KPK Pertahankan Independensi Penyadapan: Asas Lex Specialis Jadi Landasan Hukum
KPK Tegaskan Independensi Penyadapan Berdasarkan Asas Lex Specialis
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan posisinya terkait kewenangan penyadapan yang diatur dalam revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). KPK menyatakan tidak akan mengikuti aturan penyadapan yang tercantum dalam draf RUU KUHAP, karena kewenangan penyadapan KPK telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Dalam draf RUU KUHAP, pasal 124 hingga 128 mengatur tentang penyadapan, termasuk izin dari ketua pengadilan negeri dan batas waktu penyimpanan hasil penyadapan. Pasal 124 secara eksplisit menyatakan bahwa penyadapan harus mendapatkan izin dari ketua pengadilan negeri. Namun, terdapat pengecualian dalam keadaan mendesak, di mana penyadapan dapat dilakukan tanpa izin ketua pengadilan negeri, dengan ketentuan harus segera dimohonkan persetujuan dalam waktu 1x24 jam. Jika permohonan ditolak, penyadapan harus dihentikan dan hasilnya dimusnahkan.
Poin-Poin Penting dalam Draf RUU KUHAP tentang Penyadapan:
- Pasal 124: Penyadapan harus seizin ketua pengadilan negeri, kecuali dalam keadaan mendesak.
- Pasal 125: Jangka waktu penyadapan maksimal 30 hari, dapat diperpanjang dengan izin ketua pengadilan negeri.
- Pasal 126: Penyimpanan hasil penyadapan dilakukan hingga adanya putusan pengadilan.
- Pasal 127: Hasil penyadapan dimusnahkan jika tidak sesuai dengan perkara atau habis masa penyimpanan.
- Pasal 128: Hasil penyadapan bersifat rahasia.
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menegaskan bahwa KPK menjalankan kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan berdasarkan KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang KPK. Prinsip lex specialis derogat legi generali menjadi landasan bagi KPK untuk tetap berpegang pada UU KPK dalam menjalankan kewenangan penyadapan.
Wakil Ketua KPK lainnya, Johanis Tanak, menjelaskan bahwa aturan penyadapan dalam RUU KUHAP bersifat umum dan dapat dilakukan oleh penyidik Polri dan penyidik lain dalam berbagai tindak pidana. Sementara itu, penyadapan yang dilakukan KPK diatur secara khusus dalam UU KPK dan hanya berlaku untuk tindak pidana korupsi.
Implikasi dan Argumentasi Hukum
Penegasan KPK ini didasarkan pada asas hukum lex specialis derogat legi generali, yang berarti hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum. Dalam konteks ini, UU KPK dianggap sebagai hukum yang khusus mengatur tentang kewenangan KPK, termasuk penyadapan, sehingga mengesampingkan ketentuan umum tentang penyadapan dalam KUHAP.
KPK berargumen bahwa independensinya dalam melakukan penyadapan sangat penting untuk efektivitas pemberantasan korupsi. Persyaratan izin dari pengadilan negeri, yang diatur dalam RUU KUHAP, dikhawatirkan dapat menghambat proses penyidikan dan berpotensi membocorkan informasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Dengan mempertahankan independensi penyadapan berdasarkan UU KPK, KPK berharap dapat terus menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif dalam memberantas korupsi di Indonesia.