Gelombang Panas Global: BMKG Umumkan 2024 Sebagai Tahun Terpanas dalam Rekor Sejarah
2024: Tahun dengan Suhu Terpanas Sepanjang Sejarah
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) secara resmi menyatakan tahun 2024 sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah. Pengumuman ini sejalan dengan laporan dari berbagai organisasi meteorologi global, termasuk World Meteorological Organization (WMO), yang sebelumnya telah memperingatkan tentang tren pemanasan global yang mengkhawatirkan. Dekade terakhir, dari 2015 hingga 2024, juga diidentifikasi sebagai periode terpanas dalam catatan sejarah, menandakan percepatan dampak perubahan iklim.
Anomali Suhu Global dan Nasional
Berdasarkan data dan analisis yang dilakukan oleh BMKG, suhu permukaan udara baik secara global maupun nasional menunjukkan peningkatan signifikan. Fenomena ini disebut sebagai 'anomali', yang mengacu pada perbedaan suhu udara saat ini dibandingkan dengan rata-rata suhu pada era pra-industri (sekitar tahun 1850-1900). Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa suhu global telah melampaui batas kritis yang ditetapkan dalam Kesepakatan Paris, yaitu 1,5 derajat Celcius di atas level pra-industri. Data menunjukkan perbedaan mencapai 1,55 derajat Celcius.
"Kita harus terus waspada dan berupaya mengendalikan laju perubahan iklim," ujar Dwikorita dalam sebuah webinar yang membahas strategi mitigasi cuaca ekstrem.
Tren Peningkatan Suhu yang Mengkhawatirkan
Analisis BMKG mengungkapkan bahwa peningkatan suhu terjadi secara bertahap dari tahun 1900 hingga 1980. Namun, setelah tahun 1980, laju peningkatan suhu melonjak secara signifikan. Hal ini mengindikasikan adanya faktor-faktor pendorong yang semakin kuat mempercepat pemanasan global dalam beberapa dekade terakhir. Salah satu faktor yang diidentifikasi adalah pembukaan lahan.
Korelasi Pembukaan Lahan dan Kenaikan Suhu Lokal
BMKG menemukan adanya korelasi antara aktivitas pembukaan lahan di wilayah perkotaan dan kenaikan suhu lokal. Sebagai contoh, di Jakarta, suhu cenderung stagnan di sekitar 28 derajat Celcius pada tahun 1972. Namun, seiring dengan perkembangan kota dan pembukaan lahan yang masif, suhu terus meningkat hingga mencapai 28,7 derajat Celcius pada tahun 2014. Kenaikan suhu ini teramati di berbagai wilayah di Jakarta, seperti Kemayoran, Tanjung Priok, Halim Perdana Kusuma, dan Cengkareng, dengan peningkatan berkisar antara 0,3 hingga 0,75 derajat Celcius.
Implikasi dan Langkah Mitigasi
Peningkatan suhu global dan lokal memiliki implikasi serius terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan, pertanian, dan infrastruktur. Perubahan iklim juga meningkatkan risiko terjadinya cuaca ekstrem, seperti banjir, kekeringan, dan gelombang panas.
Untuk mengatasi tantangan ini, Dwikorita menekankan pentingnya upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Mitigasi meliputi pengurangan emisi gas rumah kaca melalui transisi energi bersih dan praktik berkelanjutan. Adaptasi melibatkan penyesuaian terhadap dampak perubahan iklim yang sudah terjadi, seperti pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap bencana dan pengelolaan sumber daya air yang efisien.
Tindakan Nyata
Berikut adalah beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim:
- Transisi ke energi terbarukan: Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke sumber energi terbarukan seperti matahari, angin, dan air.
- Efisiensi energi: Mengurangi konsumsi energi di berbagai sektor, termasuk industri, transportasi, dan bangunan.
- Pengelolaan lahan berkelanjutan: Mencegah deforestasi dan mempromosikan praktik pertanian yang ramah lingkungan.
- Pembangunan infrastruktur tahan bencana: Memastikan infrastruktur yang dibangun tahan terhadap dampak perubahan iklim, seperti banjir dan kekeringan.
- Pengelolaan sumber daya air yang efisien: Mengurangi pemborosan air dan meningkatkan efisiensi penggunaan air di berbagai sektor.
Dengan tindakan nyata dan komitmen bersama, kita dapat mengurangi dampak perubahan iklim dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.