Tom Lembong Bantah Impor Gula Rugikan Petani: Harga Jual di Atas HPP
Tom Lembong Membantah Dakwaan Kasus Impor Gula, Klaim Petani Untung
Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong, membantah tuduhan bahwa kebijakan impor gula yang ia lakukan telah merugikan petani tebu. Pembantahan ini disampaikan dalam persidangan kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (24/3/2025).
Dalam persidangan tersebut, Tom Lembong menghadirkan mantan Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan, Robert J Indartyo, sebagai saksi. Tom Lembong mempertanyakan kepada saksi mengenai kondisi petani tebu saat kebijakan impor gula dijalankan.
"Tadi Pak Robert menjelaskan kepada majelis bahwa PPI (PT Perusahaan Perdagangan Indonesia) dalam surat kepada saya, kalau nggak salah surat nomor 90 ya. Menyatakan bahwa PPI kesulitan memenuhi target pengadaan 200 ribu ton dengan harga HPP, harga pembelian petani, Rp 8.900/kg. HPP kan?" tanya Tom Lembong.
Robert membenarkan pernyataan tersebut, namun menambahkan bahwa harga lelang gula saat itu cukup tinggi.
Tom Lembong kemudian berargumen bahwa petani tebu justru mendapatkan keuntungan dari harga jual gula di pasaran yang lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan. Ia mengklaim bahwa petani tidak perlu menjual tebu mereka ke PPI karena harga di pasar lebih menguntungkan. Dengan demikian, PPI tidak perlu menjalankan fungsi stabilisasi harga karena harga gula sudah berada di atas HPP.
"Berarti PPI tidak kebagian gula di pelelangan ya karena petani dapat menjualnya dengan harga yang dipasarkan jauh lebih tinggi daripada harga yang dipatok oleh Menteri Perdagangan sebelum saya, Pak Gobel, dan ibu menteri BUMN, yaitu Rp 8.900. Berarti bahwa petani puas dengan harga yang mereka peroleh di pasaran ya, sehingga mereka tidak lagi perlu menjual kepada PPI ya? Jadi berarti PPI tidak perlu menjalankan fungsi sebagai penjamin, menjamin bahwa harga tebu, harga gula tidak jatuh di bawah harga yang dipatok dalam hal ini Rp 8.900 ya?" tanya Tom Lembong.
Robert J Indartyo membenarkan pernyataan Tom Lembong tersebut.
Lebih lanjut, Tom Lembong menekankan bahwa petani dengan sukarela menjual tebu mereka di harga yang lebih tinggi dari HPP, tanpa adanya paksaan. Hal ini, menurutnya, membuktikan bahwa kebijakan impor gula yang ia lakukan tidak merugikan petani.
"Berati petani sudah puas dengan asas willing buyer, willing seller. Mereka dengan sukarela, tidak dipaksa melepas gula, tebu mereka di harga yang di atas harga yang dipatok, betul?" tanya Tom Lembong.
"Iya," jawab Robert.
Tom Lembong menegaskan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukannya karena ia didakwa melanggar Undang-Undang Perlindungan Petani. Ia berpendapat, jika petani tidak merasa dirugikan dan justru mendapatkan keuntungan, maka dakwaan tersebut tidaklah relevan.
"Kenapa ini relevan? karena saya dituduh melanggar UU Perlindungan Petani. Berarti kalau petani dengan sukarela, tanpa keluhan melepas tebu mereka ke pasar dengan harga di atas berarti kan tidak merugikan petani?" tanya Tom.
"Iya," jawab Robert.
Dakwaan Jaksa dan Ancaman Hukuman
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Tom Lembong terlibat dalam kasus dugaan korupsi impor gula yang merugikan negara sebesar Rp 578 miliar. JPU menuduh Tom Lembong menyetujui impor gula tanpa melalui mekanisme rapat koordinasi dengan lembaga terkait.
Atas perbuatannya tersebut, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal ini mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara, dengan ancaman hukuman pidana penjara dan denda.
Sidang kasus ini masih akan terus berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi lainnya dan pembuktian dari pihak jaksa penuntut umum.