RDF Rorotan Dikritik Greenpeace: Solusi Semu Sampah Jakarta Picu Polusi dan ISPA

Greenpeace Kritik Pedas RDF Rorotan: Bukan Solusi, Justru Sumber Masalah Baru

Jakarta - Fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan di Jakarta Utara kembali menuai kritik tajam. Kali ini, giliran Greenpeace Indonesia yang menyuarakan kekecewaan dan menyebut RDF Rorotan sebagai solusi palsu dalam mengatasi persoalan sampah di ibu kota. Organisasi lingkungan ini menyoroti dampak negatif yang ditimbulkan, mulai dari bau menyengat hingga potensi gangguan kesehatan pernapasan (ISPA), khususnya pada anak-anak.

"RDF Rorotan tidak hanya gagal menyelesaikan akar masalah sampah, tetapi juga menghasilkan polusi udara yang signifikan, memperburuk kondisi lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat," tegas Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, dalam keterangan resminya.

Greenpeace mempertanyakan efektivitas RDF sebagai solusi berkelanjutan, menunjuk pada fakta bahwa fasilitas serupa di Bantargebang hanya mampu mengolah sebagian kecil dari total sampah yang masuk setiap harinya. Data menunjukkan bahwa RDF Bantargebang hanya mampu memproses sekitar 1.500 hingga 2.000 ton sampah per hari, padahal total sampah yang diterima mencapai 7.500 hingga 8.000 ton per hari.

Lebih lanjut, Greenpeace menyoroti potensi bahaya dari proses pengolahan sampah menjadi RDF. Berdasarkan riset dari International Pollutants Elimination Network (IPEN), RDF rata-rata mengandung hingga 50% limbah plastik campuran yang tergolong limbah berbahaya. Pembakaran limbah ini di pabrik semen atau insinerator berpotensi melepaskan polutan berbahaya ke udara, yang dapat membahayakan kesehatan warga sekitar.

Greenpeace Desak Pemerintah Beralih ke Solusi Berkelanjutan

Menanggapi permasalahan ini, Greenpeace mendesak pemerintah untuk beralih ke solusi pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan, yang berfokus pada:

  • Pemilahan sampah dari sumber: Menerapkan sistem pemilahan sampah yang efektif di tingkat rumah tangga dan komersial.
  • Pengurangan penggunaan plastik sekali pakai: Menerapkan kebijakan yang ketat untuk mengurangi produksi dan konsumsi kemasan plastik sekali pakai.
  • Insentif untuk sistem guna ulang: Mendorong penggunaan kembali kemasan dan produk melalui insentif dan dukungan bagi bisnis yang menerapkan sistem guna ulang.

Juru Kampanye Isu Plastik dan Perkotaan Greenpeace Indonesia, Ibar Akbar, menekankan pentingnya keseriusan pemerintah dalam menerapkan regulasi pengurangan plastik sekali pakai dan memberikan insentif bagi sistem guna ulang.

"Pemerintah harus serius menerapkan regulasi pengurangan plastik sekali pakai, termasuk insentif untuk sistem guna ulang sebagai langkah serius untuk mengurangi dampak limbah plastik," ujar Ibar.

Greenpeace juga menyoroti masalah bau menyengat yang timbul dari RDF Rorotan, yang disebabkan oleh sampah yang tidak terpilah dan kotor. Mereka mendesak pemerintah untuk menerapkan sistem pemilahan sampah dari sumbernya, sesuai dengan hierarki pengelolaan sampah yang ideal.

Respons Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, telah melakukan audiensi dengan warga terkait permasalahan RDF Rorotan. Gubernur Pramono mengklaim bahwa teknologi yang digunakan di fasilitas tersebut berasal dari Eropa dan telah menginstruksikan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk segera melakukan perbaikan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga berjanji untuk memasang alat pemantau kualitas udara di radius 4-5 km dari RDF Plant Rorotan. Selain itu, DLH Jakarta telah mengosongkan 800 ton sampah lama di dalam bunker dan berencana melakukan uji coba tanpa sampah untuk memastikan semua mesin dan proses berfungsi dengan baik.

"Kami akan memastikan sistem deodorizer pada timbunan sampah di bunker telah beroperasi optimal sepanjang waktu, termasuk melakukan pengujian kualitas gas buang pada cerobong dan deodorizer, sehingga kualitas gas buang memenuhi baku mutu lingkungan yang berlaku," jelas Asep Kuswanto.

Kontroversi seputar RDF Rorotan ini menyoroti tantangan kompleks dalam pengelolaan sampah di Jakarta. Meskipun pemerintah mengklaim RDF sebagai solusi modern, kritik dari Greenpeace dan masyarakat sipil menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk memastikan bahwa pengelolaan sampah dilakukan secara berkelanjutan dan tidak membahayakan lingkungan serta kesehatan masyarakat.