Korupsi Dana Covid-19, Eks Direktur dan Bendahara RSUD Nunukan Dipecat Tidak Hormat
Skandal Korupsi Dana Covid-19: Mantan Petinggi RSUD Nunukan Diberhentikan Tidak Hormat
Nunukan, Kalimantan Utara - Dampak serius dari penyalahgunaan dana publik kembali mencoreng citra pelayanan kesehatan. Mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nunukan, dr. Dulman Lekkong, dan mantan Bendaharanya, Nurhasanah, menerima sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atas keterlibatan mereka dalam kasus korupsi dana penanggulangan Covid-19. Keputusan ini merupakan tindak lanjut dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang telah menjatuhkan vonis penjara kepada keduanya.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Nunukan, Sura’i, mengkonfirmasi bahwa PTDH diberlakukan karena vonis yang diterima kedua mantan pejabat tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan melebihi dua tahun penjara. Proses pemberhentian ini akan segera diajukan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dengan melampirkan salinan putusan pengadilan sebagai dasar.
"Dengan berat hati, kami harus mengambil tindakan tegas ini. Korupsi adalah musuh kita bersama, dan tidak ada toleransi bagi ASN yang menyalahgunakan wewenang dan kepercayaan yang diberikan," tegas Sura’i. Ia juga menyerukan kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nunukan untuk menjunjung tinggi integritas dan bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Kasus ini harus menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Mari kita periksa diri, apakah kita sudah bekerja sesuai dengan aturan dan amanah yang diberikan. Jangan sampai tergiur dengan perbuatan yang melanggar hukum," imbuhnya.
Vonis dan Hukuman Tambahan
Berdasarkan putusan pengadilan, dr. Dulman Lekkong, yang juga bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), divonis 6 tahun penjara. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 300 juta, dengan subsider 6 bulan kurungan jika denda tersebut tidak dibayarkan. Tak hanya itu, Dulman juga harus mengembalikan uang pengganti sebesar Rp 430.930.085,25, yang merupakan sisa dari total anggaran yang diselewengkan, dengan ancaman hukuman 6 bulan penjara jika tidak dapat dipenuhi. Sebelumnya, Dulman telah mengembalikan sebagian dana, yakni sebesar Rp 1.050.000.000.
Sementara itu, Nurhasanah, mantan bendahara RSUD Nunukan, juga dijatuhi vonis yang sama, yaitu 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta dengan subsider 6 bulan kurungan. Namun, ia tidak dibebankan kewajiban untuk membayar uang pengganti.
Modus Operandi dan Kerugian Negara
Terungkap bahwa modus korupsi yang dilakukan oleh kedua terdakwa adalah dengan melakukan duplikasi realisasi belanja atas 73 transaksi. Selain itu, terdapat 20 transaksi yang tidak dibayarkan meskipun anggarannya telah dicairkan. Dana yang seharusnya digunakan untuk penanganan Covid-19 tersebut justru dialihkan untuk kepentingan pribadi dan kegiatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Lebih lanjut, pencatatan keuangan juga tidak dilakukan sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan hasil audit, praktik korupsi ini telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,52 miliar dalam pengelolaan dana BLUD RSUD Nunukan pada Tahun Anggaran 2021. Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa pengawasan yang lemah dan integritas yang rendah dapat membuka celah bagi tindakan korupsi yang merugikan masyarakat luas, terutama di tengah situasi pandemi yang membutuhkan alokasi sumber daya yang optimal.