Puncak Jaya: Ancaman Kepunahan Salju Abadi di Gunung Tertinggi Indonesia
Puncak Jaya: Ancaman Kepunahan Salju Abadi di Gunung Tertinggi Indonesia
Pegunungan Jayawijaya, rumah bagi Puncak Jaya atau Carstensz Pyramid, gunung tertinggi di Indonesia, tengah menghadapi krisis lingkungan yang serius. Salju abadi yang selama ini menjadi ikon dan kekayaan alam Nusantara, kini berada di ambang kepunahan akibat dampak perubahan iklim global. Data yang dikumpulkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan penurunan drastis ketebalan dan luas tutupan es di puncak gunung yang menjulang 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini.
Hasil pengukuran BMKG sejak tahun 2010 hingga saat ini mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2010, ketebalan es di Pegunungan Jayawijaya tercatat mencapai 32 meter. Namun, angka tersebut menyusut secara signifikan menjadi 5,6 meter pada periode November 2015 hingga Mei 2016. Survei terbaru pada November 2024 menunjukkan ketebalan es diperkirakan hanya tersisa sekitar 4 meter. Lebih memprihatinkan lagi, luas permukaan es telah menyusut drastis dari sekitar 0,23 kilometer persegi pada tahun 2022 menjadi hanya 0,11-0,16 kilometer persegi pada November 2024. Penipisan ini terjadi dengan laju yang mengkhawatirkan, diperkirakan sekitar 2,5 meter per tahun antara 2016 dan 2022.
Ancaman Pemanasan Global dan Dampaknya
Pencairan es di Puncak Jaya merupakan konsekuensi langsung dari pemanasan global. Kenaikan suhu global yang mencapai 1,45 derajat Celcius di atas suhu rata-rata masa pra-industri, dan kenaikan suhu di Indonesia sebesar 0,15 derajat Celcius per dekade, telah mempercepat proses pencairan es. BMKG mencatat peningkatan suhu signifikan di beberapa wilayah Indonesia, termasuk Papua Pegunungan. Proyeksi menunjukkan bahwa Indonesia akan melampaui ambang batas kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius pada pertengahan abad ke-21, sebuah angka yang menjadi batas kritis dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Tantangan Survei dan Dampak Lingkungan
Proses survei dan pengukuran ketebalan es di Puncak Jaya menghadapi tantangan yang semakin besar seiring dengan menipisnya lapisan es. Tim gabungan BMKG dan PT Freeport Indonesia, yang telah melakukan survei sejak tahun 2010, awalnya menggunakan metode tracking dan pendaratan helikopter di permukaan es. Namun, sejak 2017, mereka beralih pada analisis gambar visual dan pengamatan keberadaan patok penanda (stake) untuk mengukur ketebalan es. Kendati demikian, upaya pendokumentasian kondisi es yang semakin kritis ini akan terus dilakukan.
Pencairan es di Puncak Jaya tidak hanya mengancam kelestarian ekosistem pegunungan yang unik, tetapi juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut. Lebih jauh lagi, pencairan es ini berkontribusi pada peningkatan tinggi muka laut secara global, sebuah ancaman bagi seluruh dunia.
Kesimpulan
Hilangnya salju abadi di Puncak Jaya merupakan pertanda nyata dari dampak perubahan iklim yang semakin parah. Perlu upaya kolaboratif yang intensif antara pemerintah, lembaga penelitian, sektor swasta, dan masyarakat untuk melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim guna mencegah kepunahan salju abadi di gunung tertinggi Indonesia ini dan melindungi lingkungan serta masyarakat yang bergantung padanya.