Eksistensi Travel Gelap Picu Kegelisahan Industri Transportasi Resmi: Pemerintah Dinilai Kurang Tegas

Merebaknya Travel Gelap: Antara Kebutuhan Masyarakat dan Kegagalan Sistem Transportasi

Fenomena menjamurnya travel gelap di Indonesia semakin meresahkan para pengusaha transportasi resmi. Praktik ilegal ini dipandang sebagai cermin dari belum optimalnya pemerintah dalam menyediakan layanan angkutan umum yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama di daerah-daerah pelosok.

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menyatakan bahwa maraknya travel gelap merupakan indikasi kegagalan pemerintah dalam menyediakan aksesibilitas transportasi publik hingga ke pelosok negeri. Menurutnya, hal ini bukan merupakan inovasi, melainkan respons terhadap kebutuhan masyarakat akan perjalanan untuk mencari nafkah yang belum terpenuhi oleh layanan transportasi resmi.

Pengakuan dan Dilema Pemerintah

Sebelumnya, Menteri Perhubungan, Dudy Purwagandhi, mengakui kesulitan dalam menindak travel gelap. Ia bahkan menyebutnya sebagai bentuk inovasi di tengah sistem angkutan umum yang ada. Namun, di sisi lain, pemerintah menyadari bahwa praktik ini tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.

"Memang travel gelap itu, itu saya bilang adalah inovasi, nggak boleh sebenarnya," ungkap Dudy. Ia menambahkan bahwa pemerintah kesulitan dalam memonitor dan mendeteksi operasional travel gelap karena jangkauannya yang luas, bahkan hingga ke rumah-rumah pengguna.

Tanggung Jawab Pemerintah dalam Penyediaan Angkutan Umum

Djoko Setijowarno menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan angkutan umum bagi masyarakat. Kewajiban ini diamanatkan dalam Pasal 138 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal tersebut menyatakan bahwa angkutan umum diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan transportasi yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau. Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum, yang hanya boleh dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum.

Pasal 139 UU yang sama, secara rinci mengatur:

  • Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas batas negara.
  • Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi.
  • Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.
  • Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dampak Terhadap Pengusaha Transportasi Resmi

Maraknya travel gelap tidak hanya merugikan negara dari sisi pendapatan pajak, tetapi juga menimbulkan keresahan di kalangan pengusaha transportasi resmi. Mereka merasa tidak adil karena harus mematuhi berbagai regulasi, sementara travel gelap beroperasi tanpa terikat aturan yang sama. Situasi ini menciptakan persaingan yang tidak sehat dan mengancam kelangsungan bisnis transportasi resmi.

Modus Operandi dan Dugaan Keterlibatan Oknum

Djoko mengungkapkan bahwa travel gelap yang beroperasi di wilayah Jabodetabek seringkali menggunakan stiker sebagai penanda untuk menghindari razia. Stiker tersebut diperoleh dari oknum aparat penegak hukum dengan cara membeli. Namun, saat ini banyak travel gelap yang beroperasi tanpa stiker, tetapi mudah dikenali dari jenis kendaraan yang digunakan, seperti Elf atau Grandmax.

Djoko menambahkan, "Maraknya bisnis travel gelap ini telah membikin gemas dan resah di kalangan para pengusaha angkutan umum resmi. Di satu sisi, angkutan umum resmi diminta taat regulasi, sementara di sisi lain ada angkutan umum yang tidak taat regulasi dan makin marak beroperasi tanpa ada upaya tindakan tegas pemerintah untuk memberantasnya. Bisnis travel gelap beroperasi sudah sejak lama dan jumlahnya sudah ratusan armada setiap hari yang masuk kawasan Jabodetabek,"

Fenomena travel gelap ini menuntut perhatian serius dari pemerintah. Diperlukan solusi komprehensif yang tidak hanya menindak praktik ilegal, tetapi juga meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan angkutan umum resmi. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat akan transportasi dapat terpenuhi tanpa mengorbankan kepentingan pengusaha transportasi yang taat hukum.