Regulasi Konten Ulasan Produk: Mencari Keseimbangan Antara Kebebasan Berpendapat dan Perlindungan Konsumen dan Produsen
Regulasi Konten Ulasan Produk: Mencari Keseimbangan Antara Kebebasan Berpendapat dan Perlindungan Konsumen dan Produsen
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah berupaya mencari solusi atas keresahan publik terkait maraknya konten ulasan produk makanan dan skincare yang dinilai merugikan baik konsumen maupun produsen. Permasalahan ini mencuat dalam rapat Komisi VI DPR RI dengan Kemendag pada 3 Maret 2024, dimana diungkap adanya praktik influencer yang memanfaatkan celah hukum untuk melakukan pemerasan terhadap pelaku usaha.
Salah satu anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam, menyoroti kasus influencer makanan, Codeblue (William Anderson), yang diduga melakukan pemerasan senilai ratusan juta rupiah setelah memberikan ulasan negatif terhadap sebuah toko kue. Ulasan tersebut, yang diunggah pada 15 November 2024, mengungkap dugaan pemberian nastar berjamur kepada panti asuhan dan kondisi dapur yang tidak higienis. Toko kue tersebut kemudian membantah tudingan tersebut pada 17 November 2024. Kejadian ini dinilai sebagai bukti nyata lemahnya regulasi pemerintah dalam melindungi pelaku usaha dari praktik influencer yang tidak bertanggung jawab. Mufti menekankan perlunya antisipasi pemerintah terhadap celah hukum yang dimanfaatkan untuk melakukan review yang tendensius dan berpotensi merugikan.
Senada dengan pernyataan Mufti, pengusaha kuliner dan content creator, Tjie Nofia Handayani (Ci Mehong), mengungkapkan keresahannya terhadap praktik influencer yang semena-mena dalam memberikan ulasan makanan. Ci Mehong, yang sebelumnya pernah menjadi sasaran review negatif dari content creator Tasyi Athasyia pada 9 Februari 2025 terkait dugaan ditemukannya serangga dalam produknya (yang dibantahnya sebagai serpihan gosong), menjelaskan betapa tindakan tersebut dapat menghancurkan usaha kecil dan menengah (UMKM). Ci Mehong bahkan sampai melarang karyawannya untuk memperbolehkan content creator yang hendak membuat review di tempat usahanya.
Menanggapi berbagai keresahan tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan tengah menyiapkan regulasi baru terkait review produk skincare, kosmetik, pangan, dan obat oleh influencer. Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam konferensi pers pada 21 Februari 2025, menjelaskan bahwa regulasi ini akan menyeimbangkan antara kebebasan berekspresi, hak konsumen, dan hak produsen. BPOM menekankan perlunya tata cara yang jelas dalam memberikan review agar tidak terjadi kekacauan dan saling tuntut-menuntut di masyarakat. Regulasi ini akan melibatkan masukan dari berbagai kementerian terkait dan para influencer sendiri, untuk memastikan regulasi yang komprehensif dan adil bagi semua pihak. BPOM menegaskan akan menyelesaikan draf regulasi tersebut dengan melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, Bea Cukai, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Proses penyusunan regulasi ini diharapkan dapat menghasilkan aturan yang efektif dalam melindungi konsumen dan produsen dari praktik review yang tidak bertanggung jawab, seraya tetap menghargai kebebasan berekspresi dan peran influencer dalam industri kreatif. Tantangannya adalah menciptakan keseimbangan antara perlindungan dan kebebasan, sehingga tercipta ekosistem bisnis yang sehat dan berkelanjutan.
Daftar Permasalahan yang Dihadapi:
- Pemerasan oleh influencer terhadap pelaku usaha.
- Ulasan produk yang tendensius dan merugikan.
- Ketidakjelasan regulasi yang melindungi konsumen dan produsen.
- Perilaku influencer yang semena-mena.
- Potensi kerugian bagi UMKM.