Kontroversi Siaran Langsung Salat Tarawih di TikTok: Antara Riya dan Syiar Agama
Kontroversi Siaran Langsung Salat Tarawih di TikTok: Antara Riya dan Syiar Agama
Fenomena siaran langsung (live) salat tarawih di platform TikTok menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Video seorang imam yang melakukan siaran langsung saat memimpin salat tarawih, lengkap dengan fitur gift yang diberikan oleh pengikutnya, memicu perdebatan mengenai batasan antara syiar agama dan potensi riya. Apakah tindakan ini dapat dibenarkan, atau justru termasuk dalam kategori pamer yang dilarang dalam ajaran Islam?
Riya: Pamer dalam Ibadah
Dalam khazanah Islam, riya merupakan perbuatan tercela yang dapat menggugurkan pahala ibadah. Secara etimologis, riya berasal dari bahasa Arab yang berarti 'melihat'. Dalam konteks ibadah, riya didefinisikan sebagai perbuatan memperlihatkan atau memamerkan ibadah dengan tujuan mendapatkan pujian, pengakuan, atau sanjungan dari orang lain. Rasulullah SAW bersabda bahwa orang yang beramal karena ingin dilihat orang lain, maka Allah akan menampakkan amalan riya tersebut dan membongkar niat buruknya.
Pergeseran Makna di Era Digital
Namun, di era digital yang serba terbuka ini, batasan antara riya dan syiar agama menjadi semakin kabur. Banyak orang yang terpengaruh oleh media sosial, termasuk dalam hal ibadah. Siaran langsung tarawih di TikTok menjadi salah satu contohnya. Sebagian orang berpendapat bahwa tindakan ini termasuk riya, karena dilakukan dengan tujuan pamer atau mencari popularitas. Namun, sebagian lain berpendapat bahwa tindakan ini dapat menjadi sarana untuk memotivasi orang lain agar ikut beribadah dan menyebarkan kebaikan.
Perspektif Ulama
Ulama asal Hadhramaut, Yaman, Habib Ali Al-Jufri, memberikan pandangan yang bijaksana mengenai hal ini. Dalam kitabnya, an-Nafâis al-Uluwiyyah fil Masâil As-Shûfiyyah, beliau menjelaskan bahwa menampakkan ibadah lebih utama bagi orang yang tidak khawatir akan riya dan berharap perbuatannya dapat dicontoh oleh orang lain. Sebaliknya, merahasiakan ibadah lebih utama bagi orang yang khawatir akan riya dan tidak ingin amalnya dijadikan contoh. Jika seseorang dapat menghindari riya tetapi tidak ingin amalnya dijadikan contoh, atau sebaliknya, maka lebih baik ia merahasiakan ibadahnya.
Pembina Pondok Pesantren Ar Raudhloh Surabaya, Habib Muhammad Assegaf, mengaitkan fenomena ini dengan kondisi akhir zaman, di mana orang-orang semakin gemar menampakkan ibadahnya di media sosial. Beliau mencontohkan, banyak orang yang memposting kegiatan ziarah atau umrah mereka di media sosial. Menurut Habib Muhammad, niat dan tujuan seseorang dalam melakukan siaran langsung ibadah di media sosial menjadi kunci penentu. Jika tujuannya adalah pamer, maka perbuatan tersebut termasuk riya. Namun, jika tujuannya adalah mengajak orang lain untuk beribadah, maka perbuatan tersebut dapat dibenarkan.
Bijak Bermedia Sosial
Habib Muhammad Assegaf menekankan bahwa ibadah yang berkaitan dengan hati hanya Allah SWT yang dapat menghukumi. Manusia hanya dapat melihat secara lahiriah, yang belum tentu menggambarkan isi hati seseorang. Namun, di akhir zaman ini, menampakkan ibadah terkadang diperlukan untuk mengimbangi maraknya kemaksiatan yang juga dipertontonkan secara terang-terangan di media sosial. Dengan demikian, media sosial tidak hanya berisi hal-hal yang berbau maksiat, tetapi juga hal-hal yang bersifat ibadah.
Oleh karena itu, manusia yang dibekali akal harus bijak dalam bermedia sosial. Jika ingin mengunggah kegiatan ibadah, maka unggahan tersebut harus bisa mengalahkan unggahan maksiat. Meskipun melakukan siaran langsung, niatkanlah untuk menyebarkan kebaikan dan syiar agama. Dengan demikian, media sosial dapat menjadi sarana yang positif untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Kesimpulan
Fenomena siaran langsung salat tarawih di TikTok merupakan isu kompleks yang membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam dan perkembangan teknologi. Tidak ada jawaban tunggal yang dapat menjawab pertanyaan apakah tindakan ini diperbolehkan atau tidak. Semuanya tergantung pada niat dan tujuan seseorang dalam melakukannya. Yang terpenting adalah menjaga keikhlasan dalam beribadah dan menghindari riya. Media sosial dapat menjadi sarana yang efektif untuk syiar agama, asalkan digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab.
Artikel ini ditulis berdasarkan rangkuman dari video pendek program Kuliah Ramadhan (Kurma) yang diproduksi oleh detikJatim.