Lima Tanda Pernikahan yang Tidak Sehat dan Dampaknya pada Kesejahteraan Pasangan
Lima Tanda Pernikahan yang Tidak Sehat dan Dampaknya pada Kesejahteraan Pasangan
Perceraian aktris Asri Welas baru-baru ini menyoroti pentingnya memahami tanda-tanda pernikahan yang tidak sehat. Pengakuan Asri tentang konflik yang tak terselesaikan dan upaya sendirian untuk memperbaiki hubungannya, mencerminkan realita banyak pasangan yang berjuang dalam pernikahan yang terbebani masalah. Pernikahan yang retak bukan hanya menimbulkan kesedihan pribadi, tetapi juga berdampak signifikan pada kesejahteraan mental dan emosional setiap individu yang terlibat. Memahami tanda-tanda awal dari sebuah pernikahan yang tidak sehat sangatlah krusial untuk mencegah kerusakan yang lebih parah dan memungkinkan intervensi tepat waktu.
Berikut lima tanda yang mengindikasikan pernikahan sedang mengalami masalah serius:
-
Komunikasi yang Menurun: Kehilangan komunikasi terbuka dan jujur adalah indikator utama pernikahan yang tidak sehat. Psikolog keluarga, Tonya Grader Smith, menekankan bahwa kurangnya komunikasi merupakan penyebab utama perceraian. Kemampuan untuk berbagi, bahkan hal-hal sepele, merupakan pondasi hubungan yang kuat. Ketika komunikasi terputus, kesalahpahaman menumpuk, dan perasaan saling terhubung pun memudar. Pasangan perlu secara aktif membangun komunikasi yang sehat, saling mendengarkan, dan berusaha memahami perspektif masing-masing.
-
Ekspektasi yang Tidak Realistis: Ekspektasi yang tidak seimbang dan tidak realistis dapat menciptakan ketegangan dan konflik dalam pernikahan. Membangun harapan yang terlalu tinggi terhadap pasangan, tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan batasan masing-masing, merupakan resep bencana. Vikki S. Ziegler Payne, pengacara perceraian, menyarankan perencanaan pranikah yang matang untuk menciptakan pemahaman bersama dan mengurangi ekspektasi yang tidak tercapai. Peran dalam rumah tangga juga perlu dibicarakan dan disepakati bersama untuk menghindari konflik.
-
Hilangnya Kepercayaan: Kepercayaan merupakan pilar utama dalam sebuah pernikahan yang sehat. Tanpa kepercayaan, hubungan akan rapuh dan mudah retak. Dr. Racine R. Henry, seorang terapis perkawinan, menyatakan bahwa ketidakpercayaan, bahkan lebih menyakitkan daripada perselingkuhan fisik. Ketidakpercayaan seringkali berakar pada komunikasi yang buruk dan dapat menyebabkan luka emosional yang mendalam.
-
Kurangnya Waktu Bersama: Kesibukan kehidupan modern seringkali menyebabkan pasangan memiliki sedikit waktu untuk bersama. Namun, meluangkan waktu berkualitas bersama adalah esensial untuk menjaga keintiman dan koneksi emosional. Ketika pasangan lebih memprioritaskan hobi atau kegiatan individu daripada menghabiskan waktu bersama, hal tersebut dapat mengakibatkan perasaan kesepian dan terabaikan. Kurangnya waktu berkualitas dapat memicu pencarian pengisi kekosongan lain yang berpotensi merusak hubungan, seperti konsumsi alkohol berlebihan atau perselingkuhan.
-
Stonewalling (Menghindar dan Menutup Diri): Stonewalling, yaitu menghindari konflik dengan diam, menutup diri, atau menggunakan bahasa tubuh yang defensif, merupakan perilaku destruktif dalam pernikahan. Heather Z. Lyons, seorang psikolog, menjelaskan bahwa stonewalling membuat pasangan merasa tidak dianggap dan ditinggalkan, merusak ikatan emosional. Sayangnya, banyak pasangan tidak menyadari perilaku ini, dan diperlukan kesadaran dan kemauan untuk mengubah pola komunikasi yang tidak sehat.
Kesimpulannya, pernikahan yang sehat membutuhkan usaha dan komitmen dari kedua belah pihak. Mengidentifikasi tanda-tanda di atas dan secara proaktif mencari bantuan profesional jika dibutuhkan, merupakan langkah penting untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang langgeng dan bahagia. Jangan ragu untuk mencari konseling pernikahan jika menghadapi tantangan dalam hubungan Anda. Pernikahan bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi dengan pemahaman dan komunikasi yang baik, halangan dapat diatasi bersama.