Kolaborasi Unik di Sekadau: Petani Sawit dan Masyarakat Adat Sukses Mendeklarasikan Hutan Adat Rimbo Kobar
Kolaborasi Unik di Sekadau: Petani Sawit dan Masyarakat Adat Sukses Mendeklarasikan Hutan Adat Rimbo Kobar
Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, menorehkan sejarah baru dalam pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat adat. Suatu kolaborasi yang unik dan inspiratif telah membuahkan hasil berupa deklarasi Hutan Adat Rimbo Kobar di Desa Nanga Pemubuh, Kecamatan Sekadau Hulu. Deklarasi ini merupakan puncak dari kerja sama yang melibatkan berbagai pihak, antara lain Pemerintah Desa Nanga Pemubuh, Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sekadau, masyarakat adat Dayak Kerabat dan Dayak Benawas, serta Kaoem Telapak. Inisiatif ini menandai sebuah tonggak penting dalam upaya harmonisasi antara pemanfaatan lahan perkebunan kelapa sawit dengan pelestarian hutan adat yang berkelanjutan.
Proses menuju deklarasi ini bukanlah hal yang instan. SPKS Sekadau dan Kaoem Telapak telah melakukan serangkaian proses yang panjang dan melibatkan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan. Tahapan tersebut dimulai dari pemetaan wilayah dan pemetaan sosial secara detail, dilanjutkan dengan serangkaian dialog dan pertemuan kampung guna mencapai konsensus dan kesepakatan bersama. Hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk memastikan keadilan dan keberlanjutan dalam pengelolaan hutan adat Rimbo Kobar. Puncaknya, deklarasi tersebut disahkan dan ditandatangani langsung oleh Bupati Sekadau, Aron, sebagai bentuk dukungan resmi pemerintah daerah terhadap inisiatif ini.
Hutan Adat Rimbo Kobar memiliki arti penting bagi masyarakat adat setempat, bukan hanya sebagai sumber penghidupan, melainkan juga sebagai warisan budaya dan spiritual. Kawasan hutan ini kaya akan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang beragam, seperti cempedak, petai, buah mak (sawo), kedondong, rambutan, berbagai tumbuhan obat, dan rempah-rempah alami. Lebih dari itu, hutan ini berfungsi sebagai penyangga kehidupan, menjaga kelestarian sumber air bersih bagi masyarakat sekitar. Tanpa keberadaan hutan adat ini, sungai-sungai di sekitar Desa Nanga Pemubuh terancam tercemar dan mengering, mengancam keberlangsungan hidup penduduk desa.
Lorensius Leli, Kepala Desa Nanga Pemubuh, menyampaikan harapannya agar penetapan hutan adat ini dapat melindungi hutan Rimbo Kobar dari konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit, dan memastikan kelestariannya untuk generasi mendatang. Ia menekankan pentingnya peran hutan sebagai paru-paru dunia, dan upaya pelestariannya sebagai kontribusi nyata bagi keberlangsungan ekosistem global. Senada dengan itu, Mohtar, Ketua SPKS Sekadau, menyatakan bahwa petani kelapa sawit turut berperan aktif dalam pelestarian hutan, menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat berjalan beriringan. Hal ini juga didukung oleh Mardi Minangsari, Presiden Kaoem Telapak, yang berharap kolaborasi ini menjadi contoh bagi inisiatif serupa di daerah lain. Bupati Sekadau, Aron, pun turut memberikan apresiasi dan komitmen untuk mendukung inisiatif serupa di masa mendatang.
Deklarasi Hutan Adat Rimbo Kobar bukan sekadar penetapan wilayah hutan, tetapi juga merupakan bukti nyata dari kolaborasi yang berhasil antara masyarakat adat, petani kelapa sawit, dan pemerintah. Keberhasilan ini menandai sebuah model pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif, dimana kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat berjalan seiringan, memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat dan lingkungan.
Manfaat dari deklarasi Hutan Adat Rimbo Kobar:
- Pelestarian keanekaragaman hayati.
- Perlindungan sumber daya air.
- Peningkatan kesejahteraan masyarakat adat.
- Harmonisasi antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
- Model kolaborasi yang inspiratif bagi daerah lain.