Gelombang Protes Sopir Truk dan Pengusaha: Pembatasan Operasional Saat Lebaran Memicu Tuntutan Pencopotan Menhub
Gelombang Protes Sopir Truk dan Pengusaha: Pembatasan Operasional Saat Lebaran Memicu Tuntutan Pencopotan Menhub
Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah pengusaha truk dan sopir di depan Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada Jumat (21/3) menjadi sorotan utama. Mereka menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan pembatasan operasional truk di jalan tol selama periode mudik Lebaran 2025 yang dianggap terlalu lama, yakni 16 hari. Aksi ini bahkan berujung pada tuntutan pencopotan Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi.
Massa yang terdiri dari anggota Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) dan para sopir truk, kompak mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol duka atas dampak ekonomi yang mereka rasakan akibat kebijakan tersebut. Spanduk-spanduk bernada kritik pedas terhadap pemerintah turut meramaikan aksi demonstrasi, dengan tulisan yang menggambarkan kesulitan ekonomi yang dihadapi para sopir dan pengusaha truk akibat pembatasan operasional tersebut.
Ketua DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan, dalam orasinya yang dikutip dari CNNIndonesia.com, secara tegas meminta Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mengevaluasi posisi Menhub. Ia menilai bahwa Menhub saat ini tidak memiliki pemahaman yang memadai mengenai seluk-beluk transportasi, sehingga kebijakannya justru merugikan pelaku industri.
Poin-Poin Keberatan Aptrindo dan Sopir Truk:
- Durasi Pembatasan Terlalu Lama: Aptrindo menilai pembatasan operasional truk selama 16 hari terlalu memberatkan pengusaha dan sopir. Mereka berpendapat bahwa pembatasan selama 7-10 hari sudah cukup untuk kelancaran arus mudik.
- Dampak Ekonomi Signifikan: Pembatasan operasional truk secara langsung berdampak pada penurunan pendapatan para sopir dan pengusaha. Mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membayar cicilan, dan memenuhi kewajiban lainnya.
- Tidak Ada Alternatif: Pembatasan operasional tidak hanya berlaku di jalan tol, tetapi juga di jalan non-tol, sehingga tidak ada alternatif bagi pengusaha dan sopir truk untuk tetap bekerja selama periode Lebaran.
- Potensi Keterlambatan Pengiriman: Pembatasan yang berlangsung lama dikhawatirkan akan mengganggu rantai pasok dan berpotensi menyebabkan keterlambatan pengiriman barang, terutama kebutuhan pokok.
- Menuntut Pemahaman Menhub: Massa aksi menilai Menhub Dudy Purwagandhi tidak memahami kondisi riil di lapangan, terutama di pelabuhan. Mereka menuntut agar Menhub diganti dengan sosok yang lebih kompeten dan memiliki pemahaman yang mendalam mengenai industri transportasi.
Wakil Sekjen DPP Aptrindo, Agus Pratiknyo, menambahkan bahwa kebijakan pembatasan ini dinilai "ugal-ugalan dan ekstrem". Ia menekankan bahwa pengusaha truk sebenarnya tidak menolak sepenuhnya kebijakan pemerintah terkait pembatasan angkutan Lebaran, namun durasi pembatasan yang terlalu lama menjadi masalah utama.
Johannes Samsi Purba, Waketum Bidang Diklat, Sertifikasi dan Humas Aptrindo, menyoroti ketidakadilan kebijakan ini bagi para sopir truk. Ia menjelaskan bahwa sopir truk umumnya tidak berstatus sebagai karyawan tetap, sehingga tidak mendapatkan fasilitas seperti BPJS atau THR. Larangan beroperasi selama 16 hari berarti kehilangan mata pencaharian dan berpotensi memicu masalah sosial seperti kriminalitas.
Respons Menhub Dudy Purwagandhi:
Menhub Dudy Purwagandhi menjelaskan bahwa kebijakan pembatasan operasional truk dilakukan demi kelancaran dan keamanan arus mudik Lebaran. Ia meminta para pengusaha truk dan sopir untuk memahami kondisi tersebut, mengingat jumlah pemudik yang sangat banyak dan perlunya pengaturan lalu lintas yang baik.
Menhub juga menegaskan bahwa pemerintah tidak melarang truk beroperasi sepenuhnya, melainkan hanya melakukan pembatasan terhadap kendaraan berat. Ia mempersilakan para pengusaha dan sopir truk untuk menyampaikan aspirasi mereka melalui aksi unjuk rasa, dan berjanji akan mempertimbangkan masukan-masukan yang diberikan.
Dampak Lebih Luas:
Protes ini menyoroti dilema antara kelancaran arus mudik dan kepentingan ekonomi para pelaku industri transportasi. Kebijakan pembatasan operasional truk, meskipun bertujuan baik untuk mengurangi kemacetan dan meningkatkan keselamatan, memiliki konsekuensi ekonomi yang signifikan bagi para sopir dan pengusaha truk. Pemerintah perlu mencari solusi yang lebih komprehensif dan mempertimbangkan masukan dari semua pihak terkait agar kebijakan yang diambil dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat luas tanpa merugikan kelompok tertentu.