Pemerintah Intensifkan Penerimaan Negara dari Sektor Minerba Melalui Revisi Royalti

Pemerintah Republik Indonesia tengah berupaya mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor mineral dan batu bara (minerba) melalui serangkaian kebijakan strategis. Fokus utama dari upaya ini adalah revisi dua Peraturan Pemerintah (PP) yang bertujuan untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari industri pertambangan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa pembahasan mengenai revisi PP, khususnya terkait penyesuaian tarif royalti, telah mencapai tahap akhir. Hal ini mengemuka setelah Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto bersama jajaran menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Kamis (20/3/2025). Pertemuan tersebut menjadi momentum penting dalam mematangkan strategi peningkatan pendapatan negara dari sektor minerba.

"Perubahan sudah hampir final, tinggal sedikit lagi," ujar Bahlil, seperti dikutip dari keterangan tertulis Sekretariat Kabinet, Jakarta, Jumat (21/3/2025). Pernyataan ini mengindikasikan komitmen pemerintah untuk segera merealisasikan perubahan kebijakan yang diharapkan dapat memberikan dampak signifikan terhadap keuangan negara.

Selain penyesuaian tarif royalti, Ratas juga membahas potensi sumber-sumber pendapatan baru lainnya. Salah satu poin penting adalah peningkatan royalti untuk sejumlah komoditas unggulan, termasuk emas, nikel, dan batu bara. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memaksimalkan nilai ekonomi dari sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.

"Tadi kita melakukan pembahasan untuk melakukan exercise beberapa sumber-sumber pendapatan negara baru khususnya peningkatan royalti di sektor emas, nikel, dan beberapa komoditas lain termasuk di dalamnya adalah batu bara," jelas Bahlil. Pemerintah berupaya menyeimbangkan antara kepentingan negara dan keberlangsungan usaha para pelaku industri pertambangan.

Lebih lanjut, pemerintah juga mempertimbangkan untuk memperluas eksplorasi terhadap produk turunan mineral yang saat ini belum masuk dalam perhitungan pendapatan negara. Inisiatif ini diharapkan dapat mendorong implementasi strategi hilirisasi yang telah menjadi prioritas pemerintah. Dengan meningkatkan nilai tambah produk pertambangan melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, Indonesia dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar dan menciptakan lapangan kerja baru.

Penyesuaian Tarif Royalti yang Fleksibel

Berkaitan dengan mekanisme royalti, Bahlil menjelaskan bahwa tarif akan dikenakan mulai dari bahan baku hingga barang jadi, dengan tujuan mendukung proses hilirisasi. Besaran tarif royalti akan bervariasi antara 1,5% hingga 3%, tergantung pada fluktuasi harga komoditas di pasar global. Fleksibilitas ini memungkinkan pemerintah untuk menyesuaikan pungutan royalti sesuai dengan kondisi pasar, sehingga tetap menjaga daya saing industri pertambangan.

"Tergantung dan itu fluktuatif ya. Kalau harganya naik kita naikkan kepada yang paling tinggi. Tapi kalau harganya lagi turun, kita juga tidak boleh mengenakan pajak yang besar pada pengusaha karena kita juga butuh pengusaha berkembang," terang Bahlil. Pemerintah menyadari pentingnya menjaga iklim investasi yang kondusif bagi para pelaku usaha.

Bahlil juga menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan besar, termasuk PT Freeport Indonesia, akan dikenakan tarif royalti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menerapkan prinsip keadilan dan kesetaraan dalam pemungutan pajak dan royalti.

"Sesuai aturan kan kita kenakan pajak yang paling tinggi," tegasnya. Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor minerba secara signifikan, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.