Pooling Fund Bencana Capai Rp7,3 Triliun: Strategi Mitigasi Risiko Berbasis Asuransi
Pooling Fund Bencana: Benteng Keuangan Hadapi Bencana
Kesiapsiagaan Indonesia dalam menghadapi bencana alam semakin diperkuat dengan keberadaan pooling fund bencana (PFB) yang kini telah mencapai angka Rp7,3 triliun. Dana ini, yang juga menghasilkan pendapatan investasi sebesar Rp716 miliar, menjadi instrumen penting dalam memitigasi dampak finansial dari berbagai kejadian alam yang mungkin terjadi. Strategi pengelolaan dana ini mengadopsi prinsip asuransi, di mana dana dikumpulkan dan diinvestasikan untuk kemudian digunakan saat terjadi bencana.
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, menjelaskan bahwa PFB merupakan hasil akumulasi dari berbagai sumber pendanaan, termasuk:
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
- Sumber-sumber lain yang sah.
"Kita lakukan pooling, kita kumpulkan, kita jaga, dan dari waktu ke waktu kita bisa pakai kalau situasi bencananya itu membutuhkan," tegas Suahasil dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2025 yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta.
Mekanisme Kerja PFB: Proteksi Finansial yang Terukur
PFB dirancang untuk berfungsi sebagai cadangan keuangan strategis. Tujuannya adalah mengurangi tekanan fiskal yang mungkin timbul akibat kebutuhan mendesak dalam penanggulangan bencana. Dana yang terkumpul tidak hanya disimpan, tetapi juga diinvestasikan secara cermat. Hasil dari investasi inilah yang kemudian digunakan untuk menambah akumulasi dana serta membiayai berbagai program dan kegiatan terkait penanggulangan bencana. Pendekatan ini memastikan keberlanjutan PFB dalam jangka panjang.
"Logikanya mirip dengan asuransi. Sebagian dana disisihkan untuk mengantisipasi risiko bencana di masa depan," papar Suahasil, menekankan bahwa konsep pengelolaan risiko menjadi inti dari PFB.
Setiap tahunnya, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp250 miliar melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk penanganan tanggap darurat bencana. Namun, dalam tiga tahun terakhir, kebutuhan anggaran tambahan yang muncul di tengah tahun akibat bencana seringkali melebihi Rp4 triliun. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya PFB sebagai pelengkap anggaran reguler.
Sinergi Kemenkeu dan BNPB: Kunci Efektivitas PFB
Dalam upaya meningkatkan efektivitas pengelolaan PFB, Suahasil Nazara mengajak BNPB untuk berperan aktif dalam menjaga dan mengelola dana tersebut. Keterlibatan BNPB dinilai krusial karena lembaga ini memiliki pemahaman mendalam mengenai kebutuhan di lapangan dan tantangan yang dihadapi dalam penanggulangan bencana.
"Kami mohon dukungan BNPB bisa ikut juga menjaga, bersama-sama kami di Kementerian Keuangan. Nanti, pada saatnya diperlukan, bisa dipakai dengan baik," harap Suahasil. Dengan sinergi antara Kementerian Keuangan dan BNPB, diharapkan PFB dapat dikelola secara transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan riil di lapangan.
Keberadaan PFB menjadi bukti komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesiapsiagaan dan ketahanan Indonesia terhadap bencana. Dengan pengelolaan yang profesional dan sinergi antar lembaga, PFB diharapkan dapat menjadi instrumen yang efektif dalam melindungi masyarakat dan mengurangi dampak finansial akibat bencana.