Mahasiswa FHUI Ajukan Gugatan UU TNI ke MK, Soroti Proses Revisi yang Dianggap Cacat Prosedur
Mahasiswa FHUI Gugat UU TNI ke MK: Soroti Kejanggalan Proses Revisi
Tujuh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) secara resmi mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang (UU) TNI yang baru disahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini diambil sebagai respons atas dugaan kejanggalan dan ketidaktransparanan dalam proses revisi undang-undang tersebut.
Ketujuh mahasiswa yang mengajukan gugatan tersebut adalah Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiarta Siahaan, Kelvin Oktariano, M Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan Yuniar A Alpandi. Mereka mempertanyakan kecepatan proses revisi UU TNI yang dinilai tidak wajar dan berpotensi melanggar prinsip-prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
"Kami menyoroti beberapa kejanggalan, yang pertama adalah terkait mengapa undang-undang ini progresnya begitu cepat," ujar Muhammad Alif Ramadhan usai menyerahkan berkas gugatan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Alif menjelaskan bahwa salah satu poin utama yang menjadi sorotan adalah fakta bahwa revisi UU TNI tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025. Padahal, Komisi I DPR RI justru mengusulkan revisi Undang-Undang Penyiaran untuk masuk dalam Prolegnas. Perubahan agenda yang mendadak ini menimbulkan pertanyaan mengenai urgensi dan dasar hukum dari revisi UU TNI.
"Namun yang dikerjakan malah Undang-Undang TNI, jadi ini kejanggalan bagi kami," tegasnya.
Selain itu, para mahasiswa juga menyoroti kurangnya transparansi dalam proses revisi UU TNI. Draf revisi undang-undang tersebut tidak dapat diakses secara luas oleh masyarakat umum, termasuk para praktisi hukum yang berkepentingan. Hal ini dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28C Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945.
"Karena kami memiliki hak sebagaimana diatur di Pasal 28C Ayat 2 (UUD 1945) tadi, kami memiliki kesempatan untuk memberikan usul yang lebih konstruktif kepada undang-undang TNI," imbuh Alif.
Dalam permohonannya, para mahasiswa FHUI tersebut meminta kepada MK untuk menyatakan bahwa UU TNI yang baru direvisi tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Mereka juga meminta agar MK mengembalikan norma hukum yang berlaku sebelum revisi disahkan. Dengan kata lain, mereka berharap agar UU TNI dikembalikan ke versi sebelum dilakukan perubahan yang dianggap cacat prosedur.
Sebagai informasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah resmi mengesahkan Revisi UU (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi Undang-Undang (UU) pada Rapat Paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025). Pengesahan ini dilakukan meskipun RUU TNI menuai penolakan dari berbagai pihak.
RUU TNI yang disahkan tersebut mencakup perubahan pada empat pasal, yaitu:
- Pasal 3 mengenai kedudukan TNI
- Pasal 15 soal tugas pokok TNI
- Pasal 53 soal usia pensiun prajurit
- Pasal 47 berkait dengan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.
Perubahan-perubahan inilah yang menjadi perhatian dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat sipil, sehingga mendorong para mahasiswa FHUI untuk mengajukan gugatan ke MK.