Konflik Geotermal Ulumbu: Pemuda Poco Leok Tolak Proyek, Bupati Tetap Bersikukuh

Konflik Geotermal Ulumbu: Pemuda Poco Leok Tolak Proyek, Bupati Tetap Bersikukuh

Pada Senin, 3 Maret 2025, Aliansi Pemuda Poco Leok menggelar aksi demonstrasi di Kantor Bupati dan DPRD Manggarai. Aksi ini merupakan buntut dari rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu unit 5-6 yang dinilai mengancam kelangsungan hidup masyarakat adat di wilayah tersebut. Aksi demonstrasi ini bertepatan dengan hari pertama masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Manggarai yang baru dilantik pada 20 Februari 2025. Para demonstran menyampaikan penolakan keras terhadap proyek ini dengan membentangkan poster-poster yang berisikan pesan tegas: “Kami hidup mengolah tanah, bukan menjual tanah”.

Salah satu perwakilan warga, Agustinus Tuju, mengungkapkan adanya dugaan manipulasi informasi dalam sosialisasi proyek PLTP. Ia menjelaskan bahwa sosialisasi hanya menonjolkan sisi positif proyek, yaitu penyediaan listrik, tanpa menjelaskan dampak negatif yang signifikan bagi masyarakat adat Poco Leok. Agustinus menekankan bahwa ruang hidup masyarakat Poco Leok, yang mencakup gendang (rumah adat), lingko (tanah ulayat), wae (mata air), natas (halaman kampung), dan compang (mezbah persembahan), merupakan kesatuan yang tak terpisahkan dan tak boleh diganggu. Pengalihfungsian salah satu elemen tersebut, menurut Agustinus, akan menghancurkan tatanan kehidupan mereka. Ia juga menyoroti fakta bahwa mayoritas pendukung proyek ini berasal dari luar Poco Leok, yang berarti mereka tidak akan merasakan dampak buruk seperti tanah longsor atau amblas yang berpotensi terjadi akibat proyek tersebut.

Senada dengan Agustinus, Tadeus Sukardin menambahkan bahwa penolakan masyarakat terhadap proyek ini telah berlangsung sejak awal, bahkan sebelum dampak negatifnya diketahui secara luas. Ia menegaskan bahwa lahan yang akan digunakan untuk proyek tersebut merupakan tanah ulayat yang tidak dapat diganggu gugat. Meskipun berbagai aksi penolakan telah dilakukan, baik di Ruteng maupun di lokasi proyek, pemerintah daerah tetap memaksa melanjutkan proyek ini, tindakan yang dianggap sebagai pelecehan terhadap masyarakat adat.

Menanggapi demonstrasi dan penolakan tersebut, Bupati Manggarai, Herybertus Nabit, menegaskan bahwa ia tidak akan mencabut Surat Keputusan Penetapan Lokasi (Penlok) pengembangan PLTP Ulumbu unit 5-6 di Poco Leok. Bupati berargumen bahwa proyek ini bertujuan untuk menyediakan listrik bagi seluruh masyarakat Kabupaten Manggarai, yang selama ini memiliki keterbatasan sumber energi listrik. Ia menyatakan bahwa wilayah selatan Manggarai, khususnya Poco Leok, merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan energi panas bumi. Lebih lanjut, Bupati menjelaskan bahwa Penlok yang diterbitkannya merupakan kelanjutan dari proses yang telah dimulai sejak tahun 2017. Ia juga mengklaim bahwa pada tahap awal proyek, tidak terdapat penolakan signifikan dari komunitas di Poco Leok. Namun, ia mengakui adanya perubahan situasi dan terus berupaya melakukan dialog dengan masyarakat.

Pernyataan Bupati tersebut memicu polemik, karena menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait proyek PLTP Ulumbu. Konflik ini menyoroti pentingnya memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan dampak lingkungan dari proyek pembangunan skala besar, serta perlunya dialog yang inklusif dan menghormati kearifan lokal dalam proses pengambilan keputusan. Peristiwa ini juga menjadi sorotan atas bagaimana pemerintah daerah mengelola konflik dan merespon aspirasi masyarakat adat dalam konteks pembangunan infrastruktur.