Komisi Kejaksaan Ingatkan Kejagung dalam Penyelidikan Dugaan Korupsi Pertamina: Prioritaskan Kehati-hatian Demi Stabilitas Perusahaan

Komisi Kejaksaan Beri Peringatan: Ungkap Korupsi Pertamina dengan Hati-hati

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Pujiyono Suwadi, menyampaikan imbauan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait penanganan kasus dugaan korupsi di tubuh PT Pertamina (Persero). Komjak menekankan pentingnya kehati-hatian dalam proses penyidikan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih luas bagi perusahaan energi pelat merah tersebut.

"Dalam mengungkap sebuah kasus, apalagi yang melibatkan korporasi besar seperti Pertamina, kita harus sangat berhati-hati. Jangan sampai upaya penegakan hukum justru kontraproduktif, membuat gaduh dan menghilangkan kepercayaan publik terhadap Pertamina," ujar Pujiyono dalam sebuah diskusi daring yang diselenggarakan oleh Kompas.com.

Pernyataan ini merespons kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023 yang tengah diusut oleh Kejagung. Kasus ini mencuat setelah adanya indikasi praktik blending antara Pertamax dan Pertalite yang merugikan negara.

Komjak mengapresiasi langkah Kejagung dalam memberantas mafia migas di Indonesia. Namun, Komjak mengingatkan agar penegakan hukum tidak boleh mengorbankan kepentingan yang lebih besar, yaitu stabilitas dan keberlanjutan Pertamina sebagai salah satu aset strategis negara.

"Penegakan hukum harus memberikan efek jera bagi pelaku korupsi, namun juga harus memastikan Pertamina tetap tumbuh dan berkembang setelah proses hukum selesai. Bagaimana caranya? Dengan meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan, menjaga kepercayaan publik, dan memastikan operasional perusahaan tidak terganggu," tegas Pujiyono.

Fokus pada Pemulihan Kerugian Negara

Komjak menyarankan agar Kejagung fokus pada upaya pemulihan kerugian negara dan perbaikan sistem tata kelola di Pertamina. Hal ini lebih penting daripada sekadar menjatuhkan hukuman pidana kepada para pelaku korupsi.

"Tentu, pelaku korupsi harus dihukum sesuai dengan perbuatannya. Tapi yang lebih penting adalah bagaimana kita bisa mengembalikan uang negara yang telah dirugikan dan mencegah praktik korupsi serupa terulang kembali di masa depan," kata Pujiyono.

Kronologi Kasus dan Penetapan Tersangka

Sebagai informasi, Kejagung saat ini tengah mengusut dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023. Kasus ini diduga melibatkan praktik pembelian Pertalite yang kemudian di-blending menjadi Pertamax dengan harga yang lebih tinggi.

Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina, yaitu:

  • Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga)
  • Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping)
  • Sani Dinar Saifuddin (Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional)
  • Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional)
  • Maya Kusmaya (Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga)
  • Edward Corne (VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga)

Selain itu, tiga orang broker juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu:

  • Muhammad Kerry Adrianto Riza (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa)
  • Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim)
  • Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak)

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.