Korupsi di Pertamina: Dugaan Sabotase Produksi Kilang Dalam Negeri Demi Keuntungan Impor?

Dugaan Korupsi di Pertamina: Prioritaskan Impor, Abaikan Produksi Dalam Negeri?

Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023 terus bergulir. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov, menyoroti adanya indikasi keterkaitan antara praktik korupsi ini dengan tingginya angka impor minyak mentah. Kecurigaan ini muncul dari dugaan adanya upaya sistematis untuk mengurangi kapasitas produksi kilang dalam negeri, sehingga menciptakan ketergantungan pada impor.

Modus Operandi: Pengurangan Produksi Kilang Secara Sengaja

Menurut Abra Talattov, yang disampaikan dalam diskusi "Kompas.com TALKS", terungkap indikasi kuat bahwa oknum-oknum tertentu di Pertamina diduga sengaja mengurangi kapasitas produksi kilang dalam negeri melalui rapat optimasi hilir (OH). Tujuannya, tidak lain adalah untuk memuluskan jalan impor minyak mentah dan produk kilang. Praktik ini tentu saja menimbulkan konsekuensi yang merugikan.

Berikut beberapa poin penting yang mengindikasikan adanya sabotase produksi kilang dalam negeri:

  • Pengurangan Kapasitas Produksi: Oknum-oknum tertentu diduga sengaja mengurangi kapasitas produksi kilang dengan berbagai alasan yang tidak transparan.
  • Prioritaskan Impor: Kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah dan produk kilang melalui impor, meskipun kapasitas produksi dalam negeri masih memungkinkan.
  • Harga Jual Lebih Mahal: Biaya pengadaan minyak mentah melalui impor berpotensi lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pengolahan minyak mentah dalam negeri, sehingga berimbas pada harga jual yang lebih mahal kepada konsumen.
  • Hambatan Pengembangan Hulu Migas: Praktik impor yang berlebihan menghambat pengembangan industri hulu minyak dan gas (migas) dalam negeri.

Dampak Negatif Jangka Panjang

Ketergantungan pada impor, menurut Abra, tidak hanya merugikan Pertamina dan keuangan negara, tetapi juga menghambat upaya pemerintah untuk mencapai target produksi migas 1 juta barel per hari. Realisasi investasi di sektor hulu migas pun sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan defisit neraca migas Indonesia dalam enam tahun terakhir (2018-2023). Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia terlalu terlena dengan impor.

Penjelasan Kejaksaan Agung dan Tersangka

Kejaksaan Agung (Kejagung) sendiri telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. Tersangka lain termasuk dari jajaran direksi dan komisaris di PT Kilang Pertamina Internasional, PT Pertamina International Shipping, dan beberapa perusahaan swasta yang terlibat.

Kejagung mengungkapkan bahwa pada periode 2018-2023, pemenuhan kebutuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya diprioritaskan dari pasokan dalam negeri, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018. Namun, para tersangka diduga melakukan pengondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) untuk menurunkan produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan impor menjadi solusi.

Lebih lanjut, Kejagung mengungkap adanya penolakan terhadap produksi minyak mentah dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan alasan tidak memenuhi nilai ekonomis atau spesifikasi tidak sesuai. Padahal, minyak mentah tersebut masih sesuai kualitas kilang dan dapat diolah. Penolakan ini menjadi dasar untuk menjual minyak mentah Indonesia ke luar negeri (ekspor), sementara kebutuhan dalam negeri dipenuhi melalui impor.

Praktik ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: Apakah ada motif tersembunyi di balik upaya sistematis untuk mengurangi produksi kilang dalam negeri dan memprioritaskan impor? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat menentukan arah penegakan hukum dan upaya perbaikan tata kelola migas di Indonesia.

Rincian Modus Korupsi

Berikut adalah rincian modus korupsi yang dilakukan oleh para tersangka:

  • Menolak Minyak Mentah KKKS: Minyak mentah dari KKKS ditolak dengan alasan tidak memenuhi nilai ekonomis atau spesifikasi kilang.
  • Ekspor Minyak Mentah: Minyak mentah dalam negeri diekspor, meskipun dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
  • Impor Minyak Mentah dan Produk Kilang: PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor minyak mentah dan produk kilang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
  • Perbedaan Harga: Terdapat perbedaan harga yang signifikan antara minyak impor dan minyak mentah dari dalam negeri, yang diduga menjadi sumber keuntungan ilegal.