FESMI dan PAPPRI Intervensi Kasus Agnez Mo-Ari Bias dengan Amicus Curiae ke Mahkamah Agung
FESMI dan PAPPRI Ajukan Amicus Curiae ke MA dalam Sengketa Agnez Mo dan Ari Bias
Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) dan Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI) mengambil langkah signifikan dalam kasus hukum antara Agnez Mo dan Ari Bias dengan mengajukan amicus curiae (sahabat pengadilan) ke Mahkamah Agung (MA). Langkah ini merupakan respons terhadap putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang mengabulkan sebagian gugatan Ari Bias, yang kemudian diajukan kasasi oleh Agnez Mo.
Pengajuan amicus curiae ini ditandatangani oleh tokoh penting dari kedua organisasi, yaitu Ikang Fawzi (Wakil Ketua Umum FESMI) dan Tony Wenas (Ketua Umum PAPPRI). FESMI dan PAPPRI secara tegas menyatakan bahwa mereka merasa perlu untuk melakukan intervensi dengan memberikan pandangan hukum kepada Mahkamah Agung terkait dengan kasus ini.
Alasan Pengajuan Amicus Curiae
FESMI dan PAPPRI berpendapat bahwa putusan Pengadilan Niaga berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum yang luas di seluruh industri musik Indonesia. Mereka khawatir putusan tersebut dapat merusak ekosistem musik yang selama ini telah dibangun dengan susah payah. Panji Prasetyo, Direktur Hukum FESMI, menyatakan:
"Ini bukan semata-mata tentang satu artis atau satu kasus, tetapi tentang keberlangsungan seluruh ekosistem musik. Jika putusan ini menjadi preseden, maka fondasi hukum hak cipta kita bisa runtuh. Kami berharap Mahkamah Agung dapat mengoreksi putusan ini agar industri musik tetap berada di jalur yang sehat dan berorientasi pada kepentingan bersama."
Marcell Siahaan, Ketua Bidang Hukum DPP PAPPRI, menambahkan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum refleksi bagi seluruh pelaku industri musik.
"Kasus ini membuka mata kita semua tentang realitas yang terjadi di dalam ekosistem musik. Ini adalah waktu yang tepat bagi kita untuk mengevaluasi prioritas dan bekerja sama menjaga keseimbangan ekosistem agar tetap kondusif, produktif, dan bermartabat."
Dampak Potensial pada Sistem Royalti
Kedua organisasi ini juga menyoroti potensi gangguan pada sistem royalti yang selama ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Mereka berpendapat bahwa jika putusan Pengadilan Niaga dibiarkan menjadi yurisprudensi, hal itu dapat mengancam mekanisme distribusi royalti yang dikelola oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
FESMI dan PAPPRI menekankan bahwa putusan tersebut berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam industri musik, termasuk musisi, pencipta lagu, produser, dan pihak-pihak lain yang bergantung pada sistem royalti. Dengan mengajukan amicus curiae, mereka berharap Mahkamah Agung dapat mempertimbangkan implikasi yang lebih luas dari putusan tersebut dan mengambil keputusan yang adil dan bijaksana demi kepentingan seluruh industri musik Indonesia.
Pesan Bagi Industri Musik
Dengan langkah ini, FESMI dan PAPPRI tidak hanya menunjukkan komitmen mereka terhadap perlindungan hak cipta, tetapi juga mengirimkan pesan yang jelas kepada seluruh pelaku industri musik bahwa mereka siap untuk membela kepentingan bersama dan menjaga stabilitas ekosistem musik Indonesia.
Berikut adalah poin-poin penting dari pengajuan amicus curiae ini:
- Menjaga keseimbangan hukum dalam industri musik.
- Mengkoreksi putusan Pengadilan Niaga yang dianggap berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum.
- Melindungi sistem royalti yang diatur oleh Undang-Undang Hak Cipta.
- Menyerukan refleksi bagi seluruh pelaku industri musik.
- Mendorong rekonsiliasi dan kerja sama untuk menjaga ekosistem musik yang kondusif dan produktif.