Aksi Penolakan RUU TNI diwarnai Kericuhan, Ambulans Sibuk Evakuasi Korban Luka di Gedung DPR

Aksi Penolakan RUU TNI diwarnai Kericuhan, Ambulans Sibuk Evakuasi Korban Luka di Gedung DPR

Jakarta - Demonstrasi menentang pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) berujung ricuh di depan Gedung DPR/MPR RI, Kamis (20/3/2025) malam. Beberapa demonstran dilaporkan terluka dan harus dievakuasi menggunakan ambulans.

Menurut pantauan di lokasi, sejumlah ambulans terlihat hilir mudik di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, untuk memberikan pertolongan medis dan mengevakuasi peserta aksi yang mengalami luka-luka. Belum ada informasi resmi mengenai penyebab pasti luka-luka tersebut, namun teriakan "Medis!" terus menggema di tengah-tengah aksi unjuk rasa yang semakin memanas.

Relawan medis dengan sigap memberikan pertolongan pertama kepada para korban luka. Beberapa demonstran yang terluka tampak dibaringkan di atas tempat tidur beroda dan segera dilarikan ke ambulans untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Seorang mahasiswa terlihat mengalami luka di bagian kepala belakang dan langsung dievakuasi menggunakan motor relawan. Sementara itu, demonstran lain tampak dipapah oleh rekan-rekannya karena diduga mengalami cedera pada kaki.

"Awas! Medis ini, buka jalan," teriak seorang relawan sambil membunyikan klakson, berusaha membuka akses bagi ambulans yang akan melintas.

Aksi unjuk rasa ini merupakan bentuk protes terhadap pengesahan RUU TNI yang dinilai kontroversial oleh sejumlah elemen masyarakat. Demonstrasi ini digelar bersamaan dengan Rapat Paripurna DPR RI yang salah satu agendanya adalah mengesahkan RUU TNI menjadi undang-undang.

Seperti diketahui, DPR telah resmi mengesahkan RUU TNI menjadi undang-undang pada Kamis pagi, meskipun mendapat penolakan luas dari publik. Penolakan ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa RUU TNI berpotensi mengembalikan peran TNI ke ranah sipil dan mengancam demokrasi.

Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi sorotan dalam RUU TNI:

  • Perluasan Kewenangan TNI: RUU ini memberikan kewenangan yang lebih luas kepada TNI untuk terlibat dalam penanganan keamanan dan ketertiban masyarakat, yang sebelumnya menjadi ranah kepolisian.
  • Penempatan TNI di Instansi Sipil: RUU ini memungkinkan TNI untuk ditempatkan di berbagai instansi sipil, yang dikhawatirkan akan mengurangi profesionalitas dan netralitas TNI.
  • Masa Jabatan Prajurit: RUU ini mengatur tentang masa jabatan prajurit TNI, termasuk perpanjangan usia pensiun, yang menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya stagnasi karir di tubuh TNI.

Pengesahan RUU TNI ini menuai kritik keras dari berbagai kalangan, termasuk aktivis HAM, pengamat militer, dan mahasiswa. Mereka menilai bahwa RUU ini berpotensi mengancam supremasi sipil dan demokrasi di Indonesia.

Aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI ini merupakan salah satu bentuk ekspresi penolakan terhadap RUU TNI. Para demonstran berharap agar pemerintah dan DPR RI mempertimbangkan kembali pengesahan RUU TNI dan membuka ruang dialog dengan masyarakat sipil untuk membahas isu-isu yang terkait dengan pertahanan dan keamanan negara.