Korupsi LPEI: KPK Amankan Aset Terafiliasi Tersangka Senilai Hampir 1 Triliun Rupiah

KPK Sita Aset Terkait Kasus Korupsi LPEI Senilai Rp 882,5 Miliar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menunjukkan keseriusannya dalam memberantas tindak pidana korupsi, khususnya yang merugikan keuangan negara. Terbaru, lembaga antirasuah ini menyita total 24 aset berupa tanah dan bangunan yang diduga terkait dengan kasus korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Aset-aset tersebut diatasnamakan perusahaan yang terafiliasi dengan para tersangka dalam kasus tersebut.

"KPK telah melakukan penyitaan aset atas nama perusahaan yang terafiliasi dengan tersangka, sebanyak 22 aset di wilayah Jabodetabek, serta dua aset lainnya berlokasi di Surabaya," ungkap Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (20/3/2025).

Asep menjelaskan bahwa nilai total dari seluruh aset yang disita, berdasarkan penilaian Zona Nilai Tanah (ZNT), mencapai angka fantastis, yakni Rp 882.546.180.000 (Rp 882,5 Miliar). Nilai ini menunjukkan betapa masifnya dugaan penyimpangan yang terjadi dalam kasus ini.

Modus Operandi Korupsi dalam Kasus LPEI

Dalam konstruksi perkara, KPK menemukan indikasi kuat adanya benturan kepentingan (conflict of interest) antara oknum Direktur LPEI dengan pihak Debitur, dalam hal ini PT Petro Energy (PE). Diduga, telah terjadi kesepakatan di awal untuk mempermudah proses pemberian kredit kepada PT PE. Lebih lanjut, Direktur LPEI tersebut disinyalir tidak melakukan kontrol yang memadai terhadap penggunaan kredit yang seharusnya sesuai dengan Master Agreement Project (MAP).

"Direktur LPEI bahkan memerintahkan bawahannya untuk tetap menyalurkan kredit, meskipun secara persyaratan tidak layak untuk diberikan," imbuh Asep.

Tidak hanya itu, KPK juga menduga bahwa PT PE melakukan serangkaian tindakan manipulatif, termasuk memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang seharusnya menjadi dasar pencairan fasilitas kredit. Pemalsuan ini dilakukan agar pencairan dana terlihat sesuai dengan ketentuan, padahal faktanya tidak demikian. Selain itu, PT PE juga diduga melakukan window dressing terhadap laporan keuangan perusahaan, yang bertujuan untuk mempercantik kinerja keuangan perusahaan agar terlihat lebih baik dari yang sebenarnya.

"PT PE diduga kuat mempergunakan fasilitas kredit yang diterima tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan yang telah disepakati dalam perjanjian kredit dengan LPEI," tegas Asep.

Akibat dari serangkaian tindakan koruptif ini, negara diperkirakan mengalami kerugian keuangan yang signifikan. KPK memperkirakan kerugian negara mencapai 18 juta Dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 549,1 miliar.

Penetapan dan Penahanan Tersangka

Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI ini. Kelima tersangka tersebut adalah:

  • Dwi Wahyudi, selaku Direktur Pelaksana I LPEI.
  • Arif Setiawan, selaku Direktur Pelaksana IV LPEI.
  • Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta, selaku debitur dari PT Petro Energy.

"Jadi ada beberapa hal perbuatan-perbuatan melawan hukum yang akan saya jelaskan di sini," kata Asep.

KPK telah melakukan penahanan terhadap tiga orang tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah:

  • Newin Nugroho (NN), Direktur Utama PT Petro Energy (PT PE), yang ditahan sejak 13 Maret 2025.
  • Jimmy Masrin (JM) dan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD), dua orang direksi PT Petro Energy (PT PE), yang ditahan pada 20 Maret 2025. Keduanya ditahan selama 20 hari, mulai dari 20 Maret hingga 8 April 2025, di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, Jakarta.

Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan yang ketat dan tata kelola yang baik dalam lembaga keuangan negara, khususnya yang bertugas memberikan fasilitas pembiayaan ekspor. KPK akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan memulihkan kerugian negara yang terjadi.