Oknum Kepala Sekolah SD di Bekasi Diduga Selewengkan Ratusan Juta Dana BOS untuk Keperluan Pribadi

Kasus dugaan penggelapan dana bantuan operasional sekolah (BOS) mengguncang dunia pendidikan di Kabupaten Bekasi. Aparat kepolisian dari Polres Metro Bekasi mengungkap bahwa seorang kepala sekolah dasar (SD) berinisial AA, bersama istrinya HNH yang menjabat sebagai bendahara sekolah, diduga kuat telah menyelewengkan dana BOS senilai Rp 651.732.500. Ironisnya, uang yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan siswa itu, justru dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kombes Pol. Mustofa, Kapolres Metro Bekasi, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini bermula dari audit keuangan yang dilakukan oleh pihak yayasan sekolah. Audit tersebut menemukan sejumlah kejanggalan, termasuk laporan keuangan fiktif dan indikasi penyelewengan dana BOS yang terjadi selama kurun waktu 2014 hingga 2022.

"Dari hasil audit internal, ditemukan adanya ketidaksesuaian antara laporan keuangan dengan realita di lapangan. Kami kemudian melaporkan temuan ini kepada pihak kepolisian untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut," ujar perwakilan dari pihak yayasan yang enggan disebutkan namanya.

Modus operandi yang digunakan oleh kedua tersangka terbilang cukup rapi. Mereka diduga melakukan manipulasi laporan keuangan, mark-up (penggelembungan) biaya SPP siswa, serta melakukan duplikasi pembayaran tagihan listrik dan internet sekolah. Dengan cara ini, mereka berhasil mengumpulkan dana yang kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi.

Berikut rincian modus yang dilakukan tersangka:

  • Manipulasi Laporan Keuangan: Membuat laporan fiktif atau mengubah angka dalam laporan keuangan untuk menyembunyikan penggelapan dana.
  • Mark-up SPP: Menaikkan biaya SPP siswa secara tidak sah dan mengambil selisihnya.
  • Duplikasi Pembayaran: Membayar tagihan listrik dan internet lebih dari satu kali dan mengantongi kelebihannya.

Saat ini, AA dan HNH telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolres Metro Bekasi. Mereka dijerat dengan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penggelapan, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara. Penyidik masih terus melakukan pengembangan kasus untuk mengungkap kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam praktik korupsi dana pendidikan ini. Polisi juga akan menelusuri aset-aset yang diduga dibeli dari hasil penggelapan dana tersebut.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di Kabupaten Bekasi. Diharapkan, kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pengelola lembaga pendidikan untuk lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan sekolah, khususnya dana BOS. Kejadian ini juga menuntut pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah daerah dan dinas pendidikan terhadap penggunaan dana BOS di seluruh sekolah.

"Kami sangat menyayangkan kejadian ini. Seharusnya, dana BOS digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan siswa, bukan untuk kepentingan pribadi," tegas Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi.

Pihak kepolisian mengimbau kepada masyarakat yang memiliki informasi terkait kasus ini untuk segera melaporkannya kepada pihak berwajib. Kerjasama dari masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengungkap tuntas kasus ini dan membawa para pelaku ke pengadilan. Pemerintah Kabupaten Bekasi berjanji akan meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan dana BOS di seluruh sekolah dan akan menindak tegas siapa pun yang terbukti melakukan penyimpangan.