Banjir Besar Bekasi: Bencana Berulang atau Kegagalan Manajemen Bencana?

Banjir Besar Bekasi: Bencana Berulang atau Kegagalan Manajemen Bencana?

Hujan deras yang melanda Jabodetabek sejak Senin malam mengakibatkan banjir besar di Kota Bekasi, Jawa Barat. Banjir yang melanda sejumlah kawasan yang kerap dilanda banjir ini, kali ini jauh lebih parah dari sebelumnya, dengan ketinggian air yang mencapai 3,5 meter di beberapa titik, seperti di Perumahan Kemang IFI. Ribuan warga terdampak, aktivitas masyarakat lumpuh total, dan berbagai fasilitas umum, termasuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Chasbullah Abdulmadjid dan Stasiun Bekasi, mengalami kerusakan signifikan. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah ini hanya siklus banjir lima tahunan seperti yang dikemukakan oleh Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, atau merupakan indikasi kegagalan dalam manajemen bencana dan tata ruang kota?

Dampak Luas Banjir Bekasi

Banjir tidak hanya merendam rumah-rumah warga, tetapi juga melumpuhkan infrastruktur vital. Di Perumahan Kemang IFI, ketinggian air mencapai 3,5 meter, menenggelamkan rumah-rumah hingga atapnya. Warga yang terjebak di lantai atas menunggu pertolongan, menggambarkan situasi yang jauh lebih buruk daripada banjir 2020. Di Perumahan Pondok Gede Permai (PGP), kondisi serupa juga terjadi. Bahkan di daerah yang biasanya tidak terdampak banjir, kali ini turut terendam. Di Kecamatan Jatiasih, lebih dari 11 RW terendam banjir dengan ketinggian air melebihi tiga meter di beberapa titik. Kondisi ini memaksa pemerintah melakukan evakuasi terhadap kelompok rentan, termasuk ibu hamil, lansia, dan anak-anak.

RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid mengalami pemadaman listrik total akibat panel listrik di Gedung E dan F terendam banjir. Pasien di dua gedung tersebut terpaksa dievakuasi ke Gedung A yang masih didukung oleh genset. Stasiun Bekasi juga terdampak, dengan listrik yang hanya mengandalkan genset, sehingga eskalator dan lift tidak berfungsi. Meskipun perjalanan kereta Commuter Line tetap beroperasi, genangan air di sekitar stasiun jelas mengganggu aktivitas masyarakat. Lebih jauh lagi, pertandingan Liga 1 antara Persija Jakarta dan PSIS Semarang di Stadion Patriot Candrabhaga terpaksa ditunda karena air menggenangi area vital stadion, termasuk gardu listrik, ruang ganti pemain, dan akses utama.

Analisis dan Respon Pemerintah

Wali Kota Bekasi mencatat pola banjir besar yang terjadi setiap lima tahun, yaitu pada tahun 2016, 2020, dan kini 2025. Namun, pandangan ini dipertanyakan oleh banyak pihak yang berpendapat bahwa bencana ini merupakan akumulasi dari berbagai faktor, termasuk pengelolaan tata ruang yang buruk, alih fungsi lahan, dan sistem drainase yang tidak memadai. Pemerintah setempat berupaya mengatasi situasi darurat dengan melakukan evakuasi, membuka posko bantuan di berbagai titik, dan melakukan pemompaan air. Meskipun terdapat beberapa perahu karet yang dimiliki oleh Pemkot Bekasi, keterbatasan perahu bermesin menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penyelamatan.

Pemerintah daerah menekankan perlunya upaya mitigasi bencana yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Kejadian banjir ini menjadi pengingat penting bahwa respons darurat saja tidak cukup untuk mengatasi masalah banjir yang berulang. Perencanaan tata ruang yang terintegrasi, perbaikan sistem drainase, dan penerapan strategi mitigasi bencana yang efektif menjadi kunci untuk mencegah terulangnya tragedi serupa di masa mendatang. Kegagalan dalam hal ini akan berujung pada kerugian yang lebih besar, baik dalam kerugian harta benda maupun jiwa.

Langkah-Langkah ke Depan

Ke depan, perlu dilakukan kajian mendalam untuk menganalisis penyebab banjir secara menyeluruh, melampaui anggapan sederhana tentang siklus lima tahunan. Hal ini termasuk evaluasi terhadap tata ruang kota, sistem drainase, dan peran perubahan iklim. Selain itu, perlu ditingkatkan kolaborasi antar instansi pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta untuk membangun sistem peringatan dini yang efektif dan meningkatkan kapasitas respon darurat. Partisipasi masyarakat juga sangat penting dalam menjaga lingkungan dan mencegah tindakan yang dapat memperparah masalah banjir.

Kesimpulannya, banjir besar di Bekasi bukan sekadar peristiwa alamiah yang berulang, tetapi juga mencerminkan tantangan dalam manajemen bencana dan tata kelola lingkungan. Upaya yang lebih komprehensif dan berkelanjutan dibutuhkan untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa depan dan membangun ketahanan kota terhadap ancaman banjir.