Gelombang Panas Ekstrem Landa Indonesia: Jutaan Warga Terpapar Dampak Perubahan Iklim

Indonesia Bergelut dengan Panas Ekstrem, Jutaan Warga Terdampak

Indonesia tengah menghadapi tantangan serius akibat perubahan iklim. Laporan terbaru menunjukkan bahwa puluhan juta penduduk terpapar gelombang panas ekstrem, sebuah fenomena yang semakin mengkhawatirkan.

Dampak Perubahan Iklim Semakin Mengkhawatirkan

Sebuah laporan dari Climate Central mengungkapkan bahwa sekitar 48,6 juta penduduk Indonesia mengalami paparan panas ekstrem selama periode Desember 2024 hingga Februari 2025. Angka ini mencakup sekitar 17% dari total populasi Indonesia. Ironisnya, periode ini seharusnya menjadi musim hujan di Indonesia, yang biasanya berlangsung dari Oktober hingga Maret. Temuan ini menggarisbawahi dampak nyata perubahan iklim yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dan aktivitas manusia lainnya.

Indonesia menduduki peringkat kedua secara global dalam hal jumlah penduduk yang terpapar panas ekstrem selama lebih dari 30 hari. Jakarta, ibu kota Indonesia, juga mencatat rekor yang mengkhawatirkan. Kota ini menduduki peringkat keempat di dunia sebagai kota besar yang paling lama mengalami panas ekstrem, setelah Lagos (Nigeria), Tamil Nadu (India), dan Manila (Filipina). Jakarta telah mengalami 69 hari dengan suhu tinggi yang sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim, dengan anomali mencapai 0,7 derajat Celsius di atas rata-rata historis. Jakarta adalah salah satu dari 11 kota di dunia yang terpapar panas ekstrem selama lebih dari 30 hari.

Peringatan Krisis Iklim Bagi Kota-Kota Besar

Situasi ini menjadi sinyal peringatan bahwa krisis iklim semakin mengancam kota-kota besar di seluruh dunia. Pakar iklim dari Climate Central, Joseph Giguere, menjelaskan bahwa secara global, rata-rata setiap orang mengalami enam hari dengan panas tinggi antara Desember 2024 hingga Februari 2025. Ia menekankan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia telah menambahkan lima hari suhu tinggi ke dalam pengalaman rata-rata seseorang selama periode ini. Tanpa perubahan iklim, paparan rata-rata seseorang terhadap suhu tinggi seharusnya hanya satu hari dalam tiga bulan terakhir.

Secara global, sekitar 394 juta orang mengalami lebih dari 30 hari dengan suhu tinggi akibat perubahan iklim, dengan 74% dari mereka berada di Afrika. Anomali panas ekstrem terjadi ketika suhu udara melebihi 90% dari suhu lokal yang tercatat dalam periode 1991-2020. Kenaikan suhu di atas batas ini meningkatkan risiko kesehatan dan kematian terkait panas ekstrem, karena masyarakat tidak terbiasa atau sulit beradaptasi dengan suhu tinggi ini.

Tahun Terpanas dalam Sejarah

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) telah mengonfirmasi bahwa tahun 2024 menjadi tahun terpanas dalam sejarah pencatatan, yang dimulai 175 tahun lalu. Dalam laporan "State of the Global Climate 2024", WMO menyebutkan bahwa suhu rata-rata global adalah 1,55 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Dunia telah sepakat melalui Perjanjian Paris untuk mencegah suhu Bumi naik lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.

Rekor suhu global pada tahun 2024 disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca yang terus berlanjut, ditambah dengan fenomena El Nino. Selain kenaikan suhu Bumi yang signifikan, beberapa indikator iklim juga mencatatkan rekor baru. Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer mencapai titik tertinggi dalam 800.000 tahun, dan lautan terus menghangat pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, menyatakan bahwa data tahun 2024 juga menunjukkan bahwa lautan terus menghangat dan permukaan laut terus meningkat.

Langkah Mendesak Diperlukan

Kondisi ini memerlukan tindakan mendesak dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, berinvestasi dalam energi terbarukan, dan meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Adaptasi terhadap panas ekstrem, seperti pengembangan sistem peringatan dini, penyediaan ruang terbuka hijau, dan peningkatan akses terhadap air bersih dan pendingin udara, juga sangat penting untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa langkah yang dapat diambil:

  • Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca: Beralih ke sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.
  • Investasi dalam Infrastruktur Hijau: Membangun lebih banyak taman dan ruang terbuka hijau di perkotaan.
  • Sistem Peringatan Dini: Mengembangkan sistem peringatan dini untuk gelombang panas ekstrem.
  • Edukasi Masyarakat: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko panas ekstrem dan cara melindungi diri.

Dengan tindakan kolektif dan komitmen yang kuat, kita dapat mengurangi dampak perubahan iklim dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang.