RUU TNI Disahkan: Sorotan Beralih pada Revisi UU Kehutanan yang Tertunda dan Rawan Konflik
Pengesahan RUU TNI Memicu Desakan Percepatan Revisi UU Kehutanan yang Kontroversial
Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI oleh DPR RI pada Kamis, 20 Maret 2025, membuka babak baru dalam dinamika legislasi nasional. Namun, di balik sorotan publik terhadap penguatan peran militer, muncul desakan agar pemerintah dan DPR segera menuntaskan Revisi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah mandek selama 15 tahun.
UU Kehutanan yang menjadi landasan pengelolaan hutan Indonesia selama lebih dari dua dekade, dinilai sudah tidak relevan dengan tantangan dan perubahan zaman. Upaya revisi yang telah berlangsung lama diwarnai berbagai kepentingan dan tarik ulur, terutama terkait pengakuan hak-hak masyarakat adat atas hutan.
Manajer Kampanye Pelaksana Hutan dan Pertanian WALHI, Uli Artha Siagian, mengungkapkan bahwa revisi UU Kehutanan telah diintervensi oleh masyarakat sipil selama 15 tahun, salah satunya mengenai pengakuan bersyarat untuk hutan adat. Selain itu, perbaikan lainnya yang mendesak adalah terkait status masyarakat yang kerap dianggap ilegal saat memasuki kawasan hutan, serta masalah tata batas hutan.
Revisi UU Kehutanan: Sekadar Tambal Sulam?
Uli berpendapat bahwa proses Revisi UU Kehutanan saat ini terkesan sebagai upaya tambal sulam. Pasalnya, sebagian besar pengaturan dalam UU Nomor 41 telah diubah oleh UU Cipta Kerja, termasuk pasal-pasal kontroversial yang mempermudah pemutihan sawit dalam kawasan hutan, yakni Pasal 110a dan 110b. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa revisi UU Kehutanan tidak akan mampu mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh UU Cipta Kerja.
"Revisi ini enggak akan bisa mengubah pasal-pasal yang jauh lebih buruk ketika diubah oleh Undang-Undang Cipta Kerja. Sehingga memang mau enggak mau sebenarnya harus ada usulan Undang-Undang baru yang juga konsepnya omnibus," papar Uli.
WALHI mendesak agar pemerintah dan DPR berani mengambil langkah lebih progresif dengan mengusulkan Undang-Undang baru yang berkonsep omnibus law. UU baru ini diharapkan dapat mengoreksi dan mengubah pengaturan-pengaturan yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja.
Militerisasi Hutan dan Masa Depan UU Kehutanan
Isu lain yang menjadi perhatian adalah rencana militerisasi kawasan hutan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 yang memberikan wewenang kepada TNI-Polri untuk melakukan penertiban di kawasan hutan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah Revisi UU Kehutanan akan mengakomodasi kebijakan tersebut? Apakah definisi hutan dalam UU Kehutanan akan diubah untuk menyesuaikan dengan kepentingan militerisasi?
Uli menekankan bahwa proses perubahan suatu Undang-Undang atau pembentukan Undang-Undang baru tidak dapat dipisahkan dari kondisi dan situasi politik yang ada. Konteks politik akan sangat memengaruhi arah revisi UU, karena revisi UU tidak lahir di ruang hampa, melainkan memiliki pertalian politik yang sangat kuat.
Untuk itu, Uli mendorong diterbitkannya UU Masyarakat Adat oleh pemerintah. UU ini diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum dan pengakuan yang jelas terhadap hak-hak masyarakat adat atas wilayah adatnya, termasuk hutan adat.
Tantangan dan Prospek Revisi UU Kehutanan
Revisi UU Kehutanan merupakan agenda penting yang membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan DPR. Proses revisi harus dilakukan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat adat, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan pelaku usaha.
Beberapa poin krusial yang perlu menjadi fokus dalam revisi UU Kehutanan antara lain:
- Pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat atas hutan adat.
- Penyelesaian konflik tenurial dan tata batas kawasan hutan.
- Penguatan pengelolaan hutan lestari dan pencegahan deforestasi.
- Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan.
- Penyelarasan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk UU Cipta Kerja.
Dengan revisi UU Kehutanan yang komprehensif dan berpihak pada kepentingan masyarakat dan lingkungan, diharapkan tata kelola hutan Indonesia dapat menjadi lebih baik dan berkelanjutan.