Aksi di Makassar: Mahasiswa dan Masyarakat Sulsel Mengecam RUU TNI, Kenangan Tragedi 98 Kembali Mengemuka
Gelombang Protes RUU TNI Mencapai Puncak di Makassar, Mengenang Luka Tragedi 98
Makassar, Sulawesi Selatan - Ratusan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil membanjiri jalanan di depan Gedung DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Kamis, 20 Maret 2025, dalam aksi demonstrasi yang mengecam pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Aksi ini menjadi simbol penolakan terhadap RUU yang dinilai kontroversial dan berpotensi mengembalikan peran dwifungsi TNI, serta membangkitkan ingatan kelam akan Tragedi 1998.
Aksi yang dimulai sekitar pukul 14:00 WITA itu diwarnai orasi bergantian dari perwakilan mahasiswa dan masyarakat. Mereka menyuarakan kekecewaan dan penolakan terhadap RUU TNI dengan membawa poster-poster berisi kritikan tajam. Sebuah baliho besar bertuliskan "Melawan Lupa Tragedi 98, Tolak RUU TNI" menjadi simbol utama aksi tersebut, menegaskan bahwa memori kolektif akan kekerasan dan pelanggaran HAM masa lalu masih kuat dan menjadi landasan penolakan terhadap RUU ini.
"Jejak militerisme kita selalu sampai detik ini masih membekas, tragedi 98 adalah luka kita yang paling dalam," teriak salah satu orator dengan lantang, menggambarkan betapa trauma masa lalu masih menghantui dan menjadi alasan utama penolakan terhadap RUU yang dianggap memberikan ruang lebih besar bagi militer untuk terlibat dalam urusan sipil.
Aksi Blokade Jalan dan Gelombang Protes di Media Sosial
Selain berorasi di depan Gedung DPRD Sulsel, massa aksi juga melakukan blokade jalan di kawasan Fly Over, menyebabkan kemacetan parah di Jalan Urip Sumiharjo dan Jalan A.P. Pettarani. Aksi ini merupakan bentuk disrupsi yang bertujuan untuk menarik perhatian publik dan pemerintah terhadap tuntutan mereka.
Sebelumnya, gelombang protes terhadap RUU TNI telah bergulir di media sosial. Kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil aktif menyuarakan penolakan mereka terhadap RUU ini, terutama setelah DPR menggelar rapat tertutup di sebuah hotel mewah. Hal ini memicu kecurigaan dan kekecewaan publik, yang merasa bahwa proses legislasi RUU ini tidak transparan dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat.
Kontroversi RUU TNI: Pasal-Pasal yang Dipersoalkan
RUU TNI yang telah disahkan oleh DPR RI mencakup perubahan pada empat pasal penting, yaitu:
- Pasal 3: Mengenai kedudukan TNI. Perubahan hanya terjadi pada Ayat (2), sementara Ayat (1) yang mengatur pengerahan dan penggunaan kekuatan militer tetap berada di bawah kendali Presiden.
- Pasal 15: Tentang tugas pokok TNI. Perubahan pada pasal ini dikhawatirkan akan memperluas kewenangan TNI dan memungkinkan mereka untuk terlibat dalam urusan sipil yang seharusnya menjadi ranah kepolisian dan lembaga sipil lainnya.
- Pasal 53: Terkait usia pensiun prajurit. Perpanjangan usia pensiun prajurit dikritik karena dapat menghambat regenerasi di tubuh TNI dan membuka peluang bagi praktik korupsi dan kolusi.
- Pasal 47: Berkaitan dengan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. Pasal ini menjadi sumber kontroversi utama karena dinilai melanggengkan praktik dwifungsi TNI dan mengancam supremasi sipil.
Pengesahan RUU TNI ini semakin memperkuat kekhawatiran akan kembalinya peran militer yang dominan dalam kehidupan sipil. Aksi demonstrasi di Makassar ini adalah salah satu bentuk perlawanan terhadap upaya tersebut, sekaligus menjadi pengingat bahwa memori kelam Tragedi 1998 tidak boleh dilupakan.