Perjuangan Seorang Ibu di NTT: Jual Tanah Demi Kesembuhan Anak Tercinta dari Epilepsi
Kisah Pilu Flora Yanti Damul: Pengorbanan Tak Terhingga untuk Putri Tercinta
Di sebuah desa terpencil di Nusa Tenggara Timur (NTT), tepatnya di Desa Nanga Labang, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, hiduplah seorang ibu bernama Flora Yanti Damul (35). Kisahnya adalah potret perjuangan dan pengorbanan seorang ibu demi kesembuhan buah hatinya, Septiani Felicia Ramos (3), yang menderita epilepsi.
Awal Mula Cobaan
Felicia, lahir pada tahun 2021, awalnya tumbuh layaknya anak-anak seusianya. Namun, kebahagiaan keluarga kecil ini mulai terusik ketika Felicia mengalami batuk-batuk yang tak kunjung sembuh. Khawatir dengan kondisi putrinya, Flora dan sang suami membawa Felicia ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ruteng. Setelah menjalani pemeriksaan intensif, dokter mendiagnosis adanya gangguan pada paru-paru Felicia. Gadis kecil itu harus menjalani perawatan intensif selama 12 bulan di rumah sakit.
"Awalnya batuk, kami bawa ke dokter. Dokter menyarankan untuk opname. Hasil rontgen menunjukkan ada gangguan pada paru-parunya dan sembuh setelah 12 bulan perawatan," ungkap Flora dengan nada sendu.
Namun, cobaan tak berhenti sampai di situ. Setelah sembuh dari gangguan paru-paru, Felicia mengalami masalah baru. Bagian tubuh sebelah kanannya tidak berfungsi dengan baik. Khawatir dengan kondisi putrinya yang semakin memburuk, dokter menyarankan agar Felicia menjalani pemeriksaan lebih lanjut, yakni scan otak di RS Siloam Labuan Bajo. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Felicia menderita epilepsi.
Pengorbanan Seorang Ibu
Diagnosis epilepsi pada Felicia menjadi pukulan berat bagi Flora dan keluarga. Biaya pengobatan epilepsi tidaklah murah, dan sebagai keluarga dengan ekonomi terbatas, mereka harus mencari cara untuk membiayai pengobatan Felicia. Dengan berat hati, Flora terpaksa menjual sebidang tanah yang menjadi aset berharga mereka di Borong, Manggarai Timur.
"Karena pasien umum, biayanya sangat mahal. Kami tidak punya uang, karena tidak bekerja selama mengurus Felicia di rumah sakit. Terpaksa kami menjual tanah," tutur Flora dengan mata berkaca-kaca.
Setelah menjual tanah, Flora dan suami berharap Felicia segera mendapatkan rujukan dari RS Ruteng ke RS Siloam Labuan Bajo. Namun, penantian mereka tak kunjung membuahkan hasil. Setelah dua hari menunggu, rujukan tak kunjung keluar karena dokter yang bersangkutan tidak masuk. Akhirnya, Felicia dirawat oleh dokter lain yang kemudian merekomendasikan agar Felicia dibawa pulang dan dirawat di rumah.
Perjuangan Belum Berakhir
Karena kondisi Felicia tak kunjung membaik, suami Flora memutuskan untuk merantau ke Bali demi mencari nafkah tambahan untuk biaya pengobatan Felicia. Flora seorang diri berjuang merawat Felicia dan kedua anaknya yang masih kecil. Setiap bulan, Flora harus membawa Felicia untuk kontrol dan pemeriksaan rutin.
"Mau bagaimana lagi, Bapaknya anak-anak ke Bali karena setiap bulan kami harus pergi cek keadaan Felicia," ujar Flora.
Sebagai seorang ibu, Flora tak pernah menyerah. Ia terus mencari cara agar Felicia bisa sembuh dari penyakitnya. Namun, di tengah perjuangannya, Flora juga merasa bingung dan lelah. Ia telah melakukan berbagai upaya pengobatan, namun kondisi Felicia belum menunjukkan perubahan yang signifikan.
"Saya tetap berjuang agar anak Felicia bisa sembuh dari penyakitnya. Memang kadang bingung juga dengan model sakitnya dia," ungkapnya.
Ujian Bertubi-tubi
Lima bulan terakhir, Flora kembali diuji. Suaminya yang merantau ke Bali hilang kontak. Padahal, sebelumnya, sang suami selalu aktif berkomunikasi dan mengirimkan uang untuk kebutuhan keluarga. Karena tak lagi mendapat kiriman dari suami, Flora harus bekerja serabutan untuk menghidupi ketiga anaknya.
"Saya kerja serabutan demi memenuhi kebutuhan keluarga. Kalau ada orang yang butuh jasa kerja kebun dan kerja apa saja, saya kerja. Mau tidak kerja, anak-anak mau makan apa," kata Flora dengan nada pasrah.
Flora dan suami dikaruniai tiga orang anak. Anak pertama berusia tujuh tahun, Felicia berusia tiga tahun lebih, dan anak bungsu berusia dua tahun. Meski berat, Flora tak pernah kehilangan semangat. Ia berharap ada bantuan dari pemerintah atau dermawan yang bersedia membantu, baik dalam bentuk biaya pengobatan maupun modal usaha kecil agar ia bisa memiliki penghasilan yang lebih stabil.
Saat ini, Felicia sudah terdaftar di BPJS Kesehatan di bawah tanggungan Pemda. Sebelumnya, biaya pengobatan dan perawatan Felicia ditanggung sepenuhnya oleh keluarga. Selain itu, Felicia juga telah mendapatkan bantuan kursi roda dari Kapolres Manggarai Timur, AKBP Suryanto.
"Syukur sudah terdaftar di BPJS Kesehatan dan sangat terbantu dengan adanya kursi roda ini," ujar Flora.
Kapolres Manggarai Timur, AKBP Suryanto, mengatakan bahwa bantuan kursi roda tersebut merupakan bentuk kepedulian Polres Manggarai Timur terhadap masyarakat yang membutuhkan.
"Kami berharap bantuan ini bisa sedikit meringankan beban keluarga, dan semoga Felicia dapat menjalani aktivitas sehari-harinya dengan lebih mudah," kata Suryanto.
Kisah Flora Yanti Damul adalah kisah tentang cinta, pengorbanan, dan harapan. Di tengah keterbatasan dan kesulitan, ia terus berjuang demi kesembuhan putrinya. Semoga kisah ini dapat menginspirasi dan mengetuk hati para dermawan untuk membantu meringankan beban keluarga Flora.