Komdigi Buka Diri Terkait Investigasi Dugaan Korupsi PDNS Senilai Rp958 Miliar

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama penuh dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di lingkungan kementerian tersebut. Investigasi ini meliputi periode anggaran 2020 hingga 2024.

PDNS sendiri merupakan sebuah fasilitas vital yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan data sementara bagi berbagai instansi pemerintah, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah, termasuk kementerian dan lembaga. Data-data ini nantinya akan dimigrasikan ke Pusat Data Nasional (PDN) yang saat ini tengah dalam tahap pembangunan oleh Komdigi.

"Pada prinsipnya, Kementerian Komdigi siap memberikan bantuan sepenuhnya, termasuk penyediaan dokumen dan informasi yang diperlukan. Kami terbuka untuk bekerja sama dengan kejaksaan dan akan mengikuti seluruh proses hukum yang berlaku," tegas Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, saat ditemui di Kantor Kementerian Komdigi, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menambahkan bahwa pembangunan PDN dilakukan dengan mengikuti standardisasi ketat yang ditetapkan oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

"BSSN saat ini sedang bekerja dan kami terus berkoordinasi untuk memastikan bahwa PDN, yang diharapkan segera beroperasi, memenuhi semua standar keamanan yang ditetapkan," ujar Nezar.

PDN yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat, awalnya dijadwalkan beroperasi pada Maret 2025. Namun, peresmiannya mengalami penundaan hingga April 2025.

Menanggapi proses penyidikan yang tengah berlangsung, Nezar menegaskan komitmen Komdigi untuk bersikap kooperatif terkait dugaan korupsi senilai Rp958 miliar.

"Tentu saja, kami akan sepenuhnya kooperatif," tandasnya.

Kejari Jakpus saat ini sedang mengusut dugaan korupsi dalam proyek pengadaan barang dan jasa pengelolaan PDNS di Kementerian Kominfo (sekarang Komdigi). Kasus ini diduga mengakibatkan serangan ransomware pada tahun 2024 yang mengakibatkan kebocoran data pribadi penduduk Indonesia.

Kasi Intel Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/3), menjelaskan bahwa tidak dilibatkannya pertimbangan kelaikan dari BSSN sebagai syarat penawaran, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan serangan ransomware pada Juni 2024. Akibatnya, sejumlah layanan menjadi tidak berfungsi dan data pribadi penduduk Indonesia terekspos. Padahal, anggaran untuk pengadaan PDNS telah mencapai lebih dari Rp959.485.181.470.

Bani menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada tahun 2020, ketika Kominfo melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp958 miliar. Dalam prosesnya, diduga terjadi pengkondisian pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta, yaitu PT Aplikanusa Lintasarta (AL).

"Pada tahun 2020 hingga 2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dengan total pagu anggaran Rp958 Miliar. Dalam pelaksanaannya tahun 2020, terdapat pejabat dari Kominfo yang bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL," pungkas Bani.