RUU TNI: DPR Bahas Revisi Krusial di Tengah Potensi Unjuk Rasa

RUU TNI: DPR Bahas Revisi Krusial di Tengah Potensi Unjuk Rasa

Jakarta, Indonesia - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tengah membahas dan bersiap mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) TNI dalam Rapat Paripurna ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025. Agenda penting ini berlangsung di tengah potensi aksi unjuk rasa yang direncanakan di luar Gedung DPR.

Pantauan di ruang rapat paripurna menunjukkan kehadiran sejumlah anggota DPR dari berbagai komisi dan fraksi, termasuk Ketua Komisi I DPR Utut Adianto, Wakil Ketua Komisi I DPR Budi Djiwandono, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni, dan Ketua Badan Legislasi DPR Bob Hasan. Anggota DPR lainnya seperti Ahmad Dhani, Nurul Arifin, dan Misbakhun juga terlihat hadir. Suasana di dalam ruang rapat dilaporkan riuh dengan percakapan dan tawa anggota dewan menjelang pengesahan RUU TNI.

Revisi UU TNI ini disebut-sebut hanya akan mencakup perubahan pada tiga pasal kunci, yaitu Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, Pasal 53 soal usia pensiun prajurit, dan Pasal 47 berkaitan dengan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. Perubahan ini menjadi sorotan karena implikasinya terhadap struktur organisasi, karier personel, dan peran TNI dalam pemerintahan.

Fokus Perubahan Pasal:

  • Pasal 3: Kedudukan TNI

    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa perubahan pada Pasal 3 hanya terjadi pada Ayat (2), sementara Ayat (1) yang mengatur pengerahan dan penggunaan kekuatan militer tetap tidak berubah dan berada di bawah Presiden. Ayat (2) mengalami penambahan frasa "yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis," sehingga berbunyi: "kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI itu berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan." Perubahan ini bertujuan untuk menyelaraskan dan merapikan administrasi terkait perencanaan strategis TNI.

  • Pasal 47: Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil

    Pasal 47 mengatur penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. Jumlah kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif bertambah dari 10 menjadi 14 instansi. Penambahan ini dilakukan karena adanya amanat dalam UU masing-masing institusi yang mengharuskan jabatan tertentu diisi oleh personel TNI. Contohnya, Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) di Kejaksaan Agung, yang berdasarkan UU Kejaksaan, harus dijabat oleh TNI. Selain itu, jabatan terkait Pengelola Perbatasan juga ditambahkan karena bersinggungan dengan tugas pokok dan fungsi TNI.

  • Pasal 53: Usia Pensiun Prajurit

    Perubahan paling signifikan terdapat pada Pasal 53, yaitu kenaikan usia pensiun bagi prajurit aktif. Kenaikan ini bervariasi berdasarkan pangkat dan usia prajurit. Batas usia pensiun berkisar antara 55 hingga 62 tahun. Detailnya adalah sebagai berikut:

    • Bintara dan Tamtama: 55 tahun
    • Perwira hingga Kolonel: Maksimal 58 tahun
    • Pati Bintang 1: 60 tahun
    • Pati Bintang 2: 61 tahun
    • Pati Bintang 3: 62 tahun

Kenaikan usia pensiun ini diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi prajurit untuk lebih lama berkontribusi bagi negara, sekaligus mengatasi potensi kekurangan personel di tubuh TNI.

Pengesahan RUU TNI ini menjadi perhatian publik, terutama dengan adanya rencana aksi unjuk rasa di luar Gedung DPR. Masyarakat menantikan penjelasan lebih lanjut mengenai dampak dari perubahan-perubahan yang diusulkan dan bagaimana hal tersebut akan memengaruhi kinerja dan profesionalisme TNI di masa depan. DPR diharapkan dapat mempertimbangkan berbagai masukan dari masyarakat dan ahli sebelum mengambil keputusan akhir terkait RUU TNI ini.