Harmoni Ramadan: Pemuda Kulon Progo Lestarikan Tradisi Membangunkan Sahur dengan Kentongan dan Lantunan Selawat
Tradisi membangunkan sahur dengan kentongan dan lantunan selawat masih hidup dan lestari di kalangan pemuda Kalurahan Bendungan, Kapanewon Wates, Kulon Progo. Di tengah gempuran teknologi dan modernisasi, mereka memilih untuk mempertahankan cara tradisional ini sebagai wujud kecintaan pada warisan budaya dan nilai-nilai luhur Ramadan.
Setiap malam selama bulan Ramadan, belasan pemuda dengan penuh semangat berkumpul. Sekitar pukul 02.00 WIB, mereka memulai perjalanan menyusuri jalan-jalan Dusun Bendungan Lor, membawa serta kentongan berbagai ukuran yang terbuat dari kayu pilihan. Alat musik tradisional ini tidak hanya sekadar dipukul, tetapi dimainkan dengan teknik khusus yang telah dipelajari melalui latihan rutin, menghasilkan irama yang khas dan merdu.
Harmoni Kentongan dan Selawat
Keunikan tradisi ini terletak pada kombinasi antara bunyi kentongan dan lantunan selawat. Sambil berkeliling, para pemuda melantunkan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, serta menyanyikan lagu-lagu berisi ajakan untuk bangun sahur dan menjalankan ibadah puasa. Perpaduan antara suara kentongan yang khas dan lantunan selawat yang menenangkan menciptakan suasana Ramadan yang syahdu dan penuh berkah.
"Rute yang kami tempuh kurang lebih 1,5 km, berkeliling jalan kampung," ujar Muhammad Danu Setiawan, Ketua Karang Taruna Bentara Bendungan Lor. Ia menjelaskan bahwa kegiatan ini telah berlangsung sejak tahun 2012, bermula dari keinginan warga untuk melestarikan tradisi membangunkan sahur dengan cara yang sederhana dan tidak mengganggu kenyamanan lingkungan.
Warisan Leluhur yang Santun
Kentongan dipilih sebagai media utama karena merupakan warisan dari nenek moyang. Penggunaannya, dipadukan dengan lantunan selawat, dinilai lebih santun dan diterima dengan baik oleh warga dibandingkan dengan penggunaan pengeras suara modern.
"Kami memilih kentongan karena merupakan warisan dari nenek moyang. Tentunya kalau pakai ini diiringi selawat didengar warga lebih sopan," jelas Danu.
Kegiatan membangunkan sahur ini biasanya berakhir sekitar pukul 03.00 WIB. Setelah menyelesaikan tugas mulia mereka, beberapa pemuda bahkan menyempatkan diri untuk sahur bersama di titik kumpul awal.
Apresiasi dari Warga
Tradisi ini mendapat sambutan positif dari warga Bendungan Lor. Fajar Mahanani, salah seorang warga, mengungkapkan bahwa cara membangunkan sahur dengan kentongan dan selawat jauh lebih nyaman didengar dibandingkan dengan menggunakan sound system bersuara keras.
"Akhir-akhir ini banyak yang pakai sound besar gitu, itu cukup mengganggu. Nah di sini anak mudanya kebetulan suka pakai kentongan, jadi cukup ramah di telinga," kata Fajar.
Menurutnya, meskipun suara yang dihasilkan kentongan tidak sekeras sound system, cara ini tetap efektif membangunkan warga untuk sahur. Bahkan, ia merasa lebih mudah bangun sahur sejak adanya tradisi ini.
"Kalau biasanya kan mau sahur itu sering kesiangan ya, nah sejak ada ini lebih cepat bangunnya. Jadi memang sangat membantu," pungkasnya.
Tradisi membangunkan sahur dengan kentongan dan lantunan selawat bukan hanya sekadar cara untuk mengingatkan warga akan waktu sahur, tetapi juga merupakan upaya untuk melestarikan warisan budaya, mempererat tali silaturahmi antar warga, dan menghidupkan suasana Ramadan yang penuh berkah.