Revisi UU TNI: Legalisasi Penempatan Perwira Aktif di Jabatan Sipil Era Jokowi?
Revisi UU TNI: Melegalkan Praktik yang Sudah Berjalan Satu Dekade?
Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) menjadi sorotan tajam. Andi Widjajanto, mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), mengungkapkan bahwa revisi ini berpotensi melegalkan praktik penempatan perwira TNI aktif di jabatan sipil yang telah berlangsung selama satu dekade di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Praktik penempatan ini, menurut Andi, sebenarnya berada di luar ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Namun, revisi UU ini justru memberikan landasan hukum bagi praktik yang sebelumnya dianggap abu-abu. Pernyataan ini disampaikan Andi dalam acara Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (19/3/2025).
"Revisi yang teknokratik ini bagi saya merupakan legalisasi dari penempatan perwira aktif yang sudah berjalan selama masa Pak Jokowi, selama 10 tahun," tegas Andi.
Andi mencontohkan beberapa jabatan sipil yang kini diduduki oleh personel militer aktif, padahal sebelumnya tidak secara eksplisit diatur dalam UU TNI 2004. Salah satu contoh yang ia sebutkan adalah jabatan di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Penambahan Kewenangan dan Perluasan Jabatan
Andi menjelaskan bahwa Pasal 47 UU TNI yang asli tidak mencantumkan kata "bencana". Namun, dalam revisi ini, kata tersebut dimunculkan, mengindikasikan legalisasi peran TNI di BNPB. Hal serupa juga terjadi dengan isu siber.
"Di Pasal 47 asli juga tidak ada kata siber, yang ada adalah kata sandi, sekarang dimunculkan kata siber menjadi pertahanan siber," imbuhnya.
Selain BNPB dan pertahanan siber, Andi mengindikasikan bahwa masih banyak jabatan sipil lain yang akan "dilegalisasi" melalui RUU TNI ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai paradigma peran militer dalam membantu tugas-tugas sipil di masa depan.
Paradigma Peran TNI: Bantuan atau Penempatan?
Diskusi mengenai peran TNI dalam berbagai aspek kehidupan bernegara memang krusial. Andi menyoroti bahwa meski TNI memiliki peran penting dalam menjaga perbatasan dan menanggulangi bencana, keberadaan personel TNI aktif di dalam organisasi sipil tersebut perlu dipertimbangkan secara matang.
"Nah nanti perdebatan paradigmanya adalah TNI berperan kah untuk perbatasan? Berperan. TNI berperan kah katakanlah untuk bencana? Berperan. Tapi apakah harus ada TNI aktif dalam organisasi itu? Nah itu belum tentu," ungkap penasihat senior Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45) ini.
Proses Kilat dan Kontroversi
RUU TNI ini dijadwalkan untuk disahkan menjadi UU pada hari Kamis (20/3/2025) di DPR. Namun, proses pembahasan RUU ini menuai kritik karena dianggap terlalu cepat dan terkesan tertutup.
Perubahan dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 mencakup beberapa poin penting, yaitu:
- Penambahan usia dinas keprajuritan
- Perluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga
Secara lebih spesifik, revisi ini akan menetapkan:
- Penambahan usia masa dinas keprajuritan hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama.
- Masa kedinasan bagi perwira dapat mencapai usia 60 tahun.
- Potensi perpanjangan masa kedinasan hingga 65 tahun bagi prajurit yang menduduki jabatan fungsional.
Revisi UU TNI ini juga akan mengubah aturan mengenai penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga, yang didasarkan pada argumentasi peningkatan kebutuhan penempatan prajurit TNI di berbagai instansi pemerintah.
Kontroversi seputar RUU TNI ini menyoroti perlunya keseimbangan antara peran militer dalam mendukung pembangunan nasional dan menjaga profesionalitas serta netralitas TNI sebagai kekuatan pertahanan negara.