Jakarta Hadapi Krisis Sampah: Pramono Anung Tawarkan Solusi PLTSa dan Evaluasi Ulang Tipping Fee
Jakarta Bergulat dengan Tumpukan Sampah: Solusi PLTSa dan Tinjauan Tipping Fee
Jakarta tengah menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah. Dengan produksi sampah mencapai 8.000 ton per hari, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus mencari solusi inovatif dan berkelanjutan. Gubernur Jakarta, Pramono Anung, baru-baru ini menyoroti perlunya strategi yang lebih komprehensif untuk mengatasi masalah ini.
Saat mengunjungi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Pramono Anung menekankan bahwa teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) saja tidak cukup untuk mengurangi volume sampah secara signifikan. Meskipun fasilitas RDF di Bantargebang dan Rorotan mampu memangkas timbunan sampah menjadi sekitar 5.000 hingga 6.000 ton per hari, angka ini masih dianggap terlalu tinggi. Oleh karena itu, Pramono mendorong percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai solusi jangka panjang untuk mengolah sampah menjadi energi listrik.
"Jakarta menghasilkan rata-rata 8.000 ton sampah setiap hari. Dengan RDF, kita bisa mengurangi menjadi 5.000 hingga 6.000 ton, tetapi ini belum cukup," ujar Pramono. Ia menambahkan, "Kami sangat berharap PLTSa segera diputuskan pembangunannya, agar kita tidak hanya fokus pada RDF."
Namun, Pramono menyadari bahwa pembangunan PLTSa terkendala oleh regulasi terkait tipping fee, yaitu biaya yang dibayarkan pemerintah daerah kepada pengelola sampah. Saat ini, tipping fee di Jakarta sebesar USD 13,5 per ton, dinilai kurang menarik bagi investor. Pramono, yang juga seorang politisi PDI-P, menganggap penyesuaian tipping fee sangat penting untuk menarik minat investor dalam pembangunan insinerator.
"Saya dan Bapak Pratikno telah menyiapkan Perpres tentang tipping fee selama 10 tahun. Namun, harga yang ditawarkan, mulai dari 8, 9, 10, 12, hingga 13,5 sen per kWh, ternyata tidak cukup untuk mendorong investor membangun PLTSa dengan insinerator," jelas Pramono.
Pemerintah pusat juga berencana menyederhanakan regulasi terkait pengolahan sampah untuk menarik lebih banyak investor ke proyek PLTSa. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyoroti kerumitan perizinan yang melibatkan banyak pihak.
"Untuk mengurus izin pengelolaan sampah, pengusaha harus berurusan dengan DPRD Kabupaten, lalu bupati, wali kota. Jika melibatkan kota dan kabupaten, prosesnya melibatkan bupati, wali kota, hingga gubernur. Prosesnya sangat panjang dan rumit," ungkap Zulhas.
Nantinya, penyederhanaan regulasi diharapkan dapat mempercepat pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi. Investor tidak perlu lagi berurusan dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan proses AMDAL yang rumit. Akan ada petugas khusus yang menangani perizinan, dan setelah selesai, investor akan berhadapan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Selain itu, Pramono berharap Instruksi Presiden (Inpres) mengenai pengelolaan sampah segera diputuskan dan tidak ada lagi perubahan pada kebijakan tipping fee. Ia berharap pemerintah pusat dan daerah dapat menemukan skema pembiayaan yang lebih kompetitif agar pengelolaan sampah di Jakarta dapat lebih efektif dan berkelanjutan.
Jika PLTSa berhasil direalisasikan, Pramono optimis Jakarta dapat mengelola sampahnya dengan lebih efektif dan tidak lagi terbebani dengan masalah pembuangan akhir. Ia yakin solusi ini tidak hanya bermanfaat bagi Jakarta, tetapi juga bagi seluruh Indonesia.
"Saya yakin ini menjadi jalan keluar yang sangat baik bagi persoalan sampah, bukan hanya di Jakarta, tetapi di seluruh Indonesia," pungkas Pramono.
Berikut beberapa poin penting yang mengemuka dari permasalahan sampah di Jakarta:
- Produksi sampah harian Jakarta mencapai 8.000 ton.
- Teknologi RDF belum cukup mengurangi volume sampah secara signifikan.
- Pembangunan PLTSa terhambat oleh regulasi dan tipping fee yang kurang menarik.
- Pemerintah pusat berupaya menyederhanakan regulasi untuk menarik investor.
- Pramono berharap Inpres pengelolaan sampah segera diputuskan dan tipping fee tidak berubah lagi.