Kesenjangan Karier Jabatan Pelaksana PNS: Antara Pengabdian dan Janji Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi yang digulirkan dalam satu dekade terakhir seharusnya menjadi angin segar bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, kenyataannya, masih ada celah ketidakadilan yang dirasakan oleh sebagian abdi negara, khususnya mereka yang berada di jabatan pelaksana.

Dilema Jabatan Pelaksana:

PNS di jabatan pelaksana seringkali terjebak dalam rutinitas administratif, tanpa kejelasan jenjang karier yang memadai. Padahal, kontribusi mereka dalam menjalankan roda pemerintahan tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka adalah garda terdepan dalam memberikan pelayanan publik, melaksanakan tugas-tugas teknis, dan mendukung operasional organisasi.

Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 45 Tahun 2022 tentang Jabatan Pelaksana Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Instansi Pemerintah, membagi jabatan pelaksana dalam tiga kategori:

  • Klerek: Melaksanakan tugas pelayanan administratif.
  • Operator: Melaksanakan tugas teknis yang bersifat umum.
  • Teknisi: Melaksanakan tugas teknis yang bersifat spesifik.

Namun, pengkategorian ini belum sepenuhnya menjawab tantangan pengembangan karier bagi para pelaksana.

Prioritas Rekrutmen dan Kesenjangan Peluang:

Alih-alih memberikan kesempatan yang sama bagi PNS yang telah lama mengabdi, kebijakan pengisian jabatan fungsional justru lebih memprioritaskan rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Kondisi ini menciptakan kesenjangan peluang bagi PNS di jabatan pelaksana untuk mengembangkan diri dan meraih posisi yang lebih strategis.

Ironisnya, banyak dari mereka yang telah bertahun-tahun menjalankan tugas-tugas jabatan fungsional secara de facto, namun terhambat oleh mekanisme yang belum sepenuhnya mendukung mobilitas karier. Mereka seolah menjadi "ASN kelas dua" yang luput dari perhatian, padahal loyalitas dan dedikasi mereka telah teruji.

Amanat UU ASN yang Terabaikan:

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, khususnya Pasal 34 ayat 1, mengamanatkan bahwa jabatan manajerial dan non-manajerial pada ASN sebaiknya diisi oleh PNS. Namun, dalam praktiknya, kebijakan yang diterapkan justru cenderung mengabaikan potensi dan pengalaman PNS yang telah lama mengabdi di jabatan pelaksana.

Padahal, UU ASN juga menjanjikan hak pengembangan diri bagi PNS melalui pengembangan talenta, karier, dan kompetensi. Namun, implementasi kebijakan yang tidak inklusif berpotensi menghambat realisasi hak tersebut bagi para pelaksana.

Menuju Birokrasi yang Berkeadilan:

Untuk mewujudkan reformasi birokrasi yang inklusif dan berkeadilan, perlu adanya langkah-langkah konkret yang berpihak pada PNS di jabatan pelaksana. Beberapa usulan yang dapat dipertimbangkan:

  • Evaluasi Sistem Rekrutmen: Memastikan bahwa sistem rekrutmen CPNS dan CPPPK tetap memperhatikan keberadaan dan potensi pegawai eksisting.
  • Regulasi yang Lebih Jelas: Menyusun regulasi yang lebih rinci mengenai mekanisme kenaikan jabatan fungsional dan skema promosi yang adil bagi ASN di jabatan pelaksana.
  • Apresiasi dan Penghargaan: Memberikan apresiasi dan penghargaan yang setimpal atas kontribusi dan loyalitas PNS di jabatan pelaksana.

Dengan adanya kebijakan yang lebih inklusif dan berkeadilan, diharapkan PNS di jabatan pelaksana tidak lagi merasa terpinggirkan, melainkan menjadi bagian integral dari upaya mewujudkan birokrasi yang profesional, kompetitif, dan berorientasi pada pelayanan publik.

Sudah saatnya suara dan keluh kesah para PNS pelaksana didengar. Kebijakan yang inklusif dan berkeadilan akan memberikan angin segar bagi mereka untuk terus berkarya dan memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara.