Penemuan Ladang Ganja di Bromo: Pemerintah Daerah Diminta Tingkatkan Pengawasan Pariwisata
Pengawasan Intensif Pariwisata Bromo Pasca Penemuan Ladang Ganja
Penemuan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) telah memicu kekhawatiran dan sorotan publik. Insiden ini mendorong Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap objek wisata, terutama taman nasional, oleh pemerintah daerah (Pemda).
Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf, Ni Made Ayu Marthini, menyatakan bahwa Pemda memiliki peran krusial dalam menjaga wilayahnya. Objek wisata merupakan sumber pendapatan daerah, dan keamanannya harus dijamin untuk menarik wisatawan. Kurangnya pengawasan dapat berdampak negatif pada kunjungan wisatawan dan merugikan masyarakat setempat. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi untuk memastikan keamanan dan kenyamanan wisatawan.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) terus mendorong program-program pariwisata berkelanjutan, salah satunya adalah Gerakan Wisata Bersih. Inisiatif ini bertujuan untuk menjaga kebersihan lingkungan, termasuk laut dan sungai, yang merupakan daya tarik utama pariwisata. Penanganan sampah tidak hanya terbatas pada pengumpulan, tetapi juga pengolahan yang melibatkan kerjasama dengan industri dan mitra terkait. Program ini tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor lingkungan hidup, tetapi juga sektor pariwisata.
Upaya Penemuan dan Pemberantasan Ladang Ganja di TNBTS
Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Satyawan Pudyatmoko, mengungkapkan bahwa ladang ganja di TNBTS pertama kali ditemukan pada September 2024. Penemuan ini kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan oleh pihak kepolisian.
Tim dari Taman Nasional, termasuk Kepala Balai TNBTS, Polisi Hutan (Polhut), mitra masyarakat Polhut, dan Manggala Agni, dikerahkan ke lapangan. Mereka menggunakan teknologi drone untuk memetakan lokasi ladang ganja. Setelah ditemukan, tanaman ganja dicabut dan diproses sesuai hukum yang berlaku.
Satyawan Pudyatmoko menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses pemberantasan ladang ganja dan meningkatkan patroli di kawasan taman nasional. Tujuannya adalah untuk mencegah munculnya kembali ladang ganja di masa depan. Pembatasan penggunaan drone dan penutupan kawasan TNBTS sebelumnya tidak terkait dengan penemuan ladang ganja, melainkan murni untuk keperluan konservasi dan pemeliharaan ekosistem.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Raja Juli Antoni, menepis anggapan bahwa penutupan TNBTS terkait dengan upaya menutupi keberadaan ladang ganja. Sebaliknya, ia menegaskan bahwa drone milik Taman Nasional justru berperan penting dalam menemukan titik-titik ladang ganja. Ia juga membantah keterlibatan staf Taman Nasional dalam penanaman ganja dan menegaskan bahwa penemuan ladang ganja adalah hasil kerjasama antara TNBTS dan pihak kepolisian.
Langkah-langkah Pemberantasan Ganja di TNBTS:
- Penemuan ladang ganja oleh tim gabungan.
- Pemetaan lokasi menggunakan drone.
- Pencabutan tanaman ganja.
- Proses hukum oleh pihak kepolisian.
- Peningkatan patroli untuk mencegah penanaman kembali.
Kasus penemuan ladang ganja ini menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengawasan dan pelestarian kawasan konservasi. Sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya sangat dibutuhkan untuk menjaga keindahan dan keamanan TNBTS serta destinasi wisata lainnya di Indonesia. Pengawasan intensif, penegakan hukum yang tegas, dan pemberdayaan masyarakat lokal adalah kunci untuk mencegah penyalahgunaan lahan dan menjaga kelestarian alam Indonesia.