Kontroversi Kuliner: 5 Norma Makan yang Picu Perdebatan Sengit di Media Sosial

Kontroversi Kuliner: 5 Norma Makan yang Picu Perdebatan Sengit di Media Sosial

Era digital telah mengubah cara kita berinteraksi, termasuk dalam dunia kuliner. Media sosial, seperti X dan TikTok, menjadi arena perdebatan sengit mengenai norma dan etika makan. Beberapa aturan makan tradisional dianggap aneh bahkan kontroversial, memicu diskusi panas di kalangan netizen. Berikut adalah lima contoh norma makan yang memicu perdebatan di jagat maya:

1. Polemik Makan Nasi Padang: Tangan vs. Alat Makan

Perdebatan tentang cara terbaik menikmati nasi Padang mencuat ketika Arief Muhammad, seorang YouTuber dan pengusaha kuliner, melakukan survei di Instagram. Ia mempertanyakan kebiasaan sebagian orang yang menggunakan garpu dan sendok saat menyantap nasi Padang. Arief berpendapat bahwa nasi Padang terasa lebih nikmat jika dimakan langsung dengan tangan. Survei tersebut menunjukkan bahwa mayoritas netizen (76%) setuju dengan pendapatnya, memicu tagar #pakaitangan yang viral di X. Meskipun banyak yang mendukung cara makan tradisional ini, sebagian netizen tetap memilih menggunakan alat makan karena alasan kebersihan dan kenyamanan.

2. Sensasi Bubur Sedot: Inovasi atau Penghinaan?

Perdebatan klasik tentang tim bubur diaduk dan tidak diaduk kini memiliki pesaing baru: sekte bubur sedot. Cara makan bubur ini, yang melibatkan penggunaan sedotan untuk menyeruput bubur, sontak membuat heboh dunia maya. Banyak netizen yang merasa aneh dan tidak nyaman dengan inovasi ini. Meskipun tidak ada yang salah dengan cara makan ini, sebagian besar netizen merasa bahwa bubur lebih nikmat disantap dengan cara tradisional.

3. Aturan Makan 20 Menit: Efektifkah Mencegah Penyebaran COVID-19?

Pada masa pandemi COVID-19, pemerintah sempat menerapkan aturan pembatasan waktu makan di restoran dan warung makan selama 20 menit. Aturan ini bertujuan untuk mengurangi risiko penyebaran virus. Namun, aturan ini menuai kontroversi karena dianggap terlalu singkat oleh sebagian besar masyarakat. Banyak netizen yang berpendapat bahwa waktu 20 menit tidak cukup untuk menikmati makanan dengan nyaman.

4. Lauk Melimpah vs. Lauk Secukupnya: Perbedaan Budaya Makan

Sebuah cuitan di X oleh Melanie menyoroti perbedaan budaya makan antara orang Sumatera dan orang Jawa. Melanie menyebutkan bahwa orang Sumatera cenderung menyajikan banyak lauk dalam satu piring, bahkan bisa mencapai 4-5 jenis lauk. Sementara itu, ia merasa kaget ketika melihat nasi rames di Jawa hanya berisi satu jenis lauk. Cuitan ini memicu perdebatan di kalangan netizen, dengan beberapa pihak setuju dengan pandangan Melanie dan sebagian lainnya memberikan kritik.

5. Piring Bersih: Penghargaan atau Ketidaksopanan?

Sebuah unggahan di akun X @convomf mengangkat isu tentang anggapan bahwa menghabiskan makanan hingga piring bersih dianggap rakus dan tidak sopan. Norma ini menuai kritik dari banyak netizen yang berpendapat bahwa menghabiskan makanan adalah bentuk penghargaan terhadap makanan dan jasa para petani, peternak, serta pelayan. Mereka juga menekankan pentingnya mengurangi food waste, mengingat Indonesia merupakan salah satu penyumbang limbah makanan terbesar di dunia.

Perdebatan mengenai norma makan ini menunjukkan bahwa preferensi dan kebiasaan makan sangat bervariasi. Media sosial menjadi wadah bagi individu untuk berbagi pandangan dan pengalaman mereka, yang pada akhirnya dapat memicu diskusi dan refleksi mengenai budaya makan yang beragam.