Komnas HAM Usut Kasus Penghadangan Rapat Revisi UU TNI di Hotel Fairmont

Komnas HAM Usut Kasus Penghadangan Rapat Revisi UU TNI di Hotel Fairmont

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memastikan akan melakukan penyelidikan terhadap insiden penghadangan rapat pembahasan Revisi Undang-Undang TNI yang terjadi di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 15 Maret 2025. Insiden ini telah dilaporkan ke Kepolisian Daerah Metro Jaya oleh pihak keamanan hotel. Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, menegaskan komitmen lembaga tersebut untuk mengungkap fakta dan memastikan perlindungan hak asasi manusia dalam peristiwa tersebut. Penyelidikan akan difokuskan pada tiga poin utama, guna memastikan setiap pihak memperoleh perlakuan yang adil dan sesuai hukum.

Pertama, Komnas HAM akan menyelidiki apakah insiden penghadangan tersebut telah melanggar hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, yang dijamin oleh konstitusi. Kedua, penyelidikan juga akan mengkaji apakah aksi protes tersebut dilakukan dalam koridor hukum yang berlaku, mengingat pentingnya menjaga ketertiban umum dan menghormati proses legislasi yang sah. Ketiga, penyelidikan akan menganalisa semua bukti dan keterangan yang ada untuk memastikan bahwa investigasi berjalan sesuai dengan mandat dan kewenangan Komnas HAM sebagaimana tertuang dalam Pasal 89 ayat 3 Undang-Undang Nomor... (Nomor UU perlu dilengkapi). Proses penyelidikan ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai insiden tersebut, sehingga dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

Kronologi dan Aspek Hukum

Laporan polisi yang diajukan oleh petugas keamanan Hotel Fairmont, seorang pria berinisial RYR, menyatakan bahwa tiga orang yang mengaku berasal dari Koalisi Masyarakat Sipil melakukan penghadangan di depan ruang rapat sekitar pukul 18.00 WIB. Mereka meneriakkan protes dan menuntut penghentian rapat dengan alasan kerahasiaan dan kurangnya transparansi. Laporan polisi tersebut teregister dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA dan mencantumkan beberapa pasal yang relevan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), termasuk Pasal 172, 212, 217, 335, 503, dan 207 UU Nomor 1 Tahun 1946. Pasal-pasal tersebut berkaitan dengan berbagai pelanggaran, mulai dari gangguan ketertiban umum hingga ancaman kekerasan dan penghinaan.

Polda Metro Jaya melalui Kabid Humas Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyatakan bahwa Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah ditugaskan untuk menangani kasus ini. Proses penyelidikan sedang berlangsung, dengan rencana pemeriksaan terhadap pelapor dan terlapor. Penting untuk dicatat bahwa hingga saat ini, identitas dan peran dari ketiga individu yang melakukan penghadangan masih dalam tahap penyelidikan.

Implikasi dan Kesimpulan

Kasus penghadangan rapat pembahasan Revisi UU TNI ini memiliki implikasi yang luas, khususnya terkait dengan proses pembuatan undang-undang dan perlindungan hak-hak sipil. Kejadian ini menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara hak untuk menyampaikan aspirasi dan perlunya menghormati proses demokrasi yang berlangsung. Baik Komnas HAM maupun pihak kepolisian memiliki peran krusial dalam memastikan agar setiap pihak diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, serta untuk memastikan peristiwa serupa tidak terulang kembali. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci penting dalam menyelesaikan kasus ini, dan memberikan rasa keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

Catatan: Informasi terkait nomor pasal UU yang dirujuk dalam proses penyelidikan oleh Komnas HAM perlu dilengkapi untuk akurasi berita yang lebih tinggi.