Hukuman Mati 20 Terdakwa Pembunuhan Abrar Fahad Dipertahankan Pengadilan Tinggi Bangladesh

Hukuman Mati 20 Terdakwa Pembunuhan Abrar Fahad Dipertahankan Pengadilan Tinggi Bangladesh

Pengadilan Tinggi Bangladesh pada Minggu (16 Maret 2025) telah menolak upaya banding dan memperkuat hukuman mati terhadap 20 terdakwa kasus pembunuhan Abrar Fahad, mahasiswa Universitas Teknik dan Teknologi Bangladesh (BUET). Putusan ini mengakhiri babak panjang proses hukum yang telah berlangsung selama beberapa tahun dan memberikan kepastian hukum bagi keluarga korban. Abrar Fahad, 21 tahun, tewas secara brutal pada Oktober 2019 setelah mengkritik kebijakan pemerintah di media sosial. Kematiannya yang tragis memicu gelombang protes besar-besaran di seluruh Bangladesh dan menyoroti permasalahan kekerasan politik yang meresahkan di negara tersebut.

Kasus ini bermula dari unggahan Fahad di Facebook yang berisi kritik terhadap perjanjian pembagian air antara Bangladesh dan India. Kritik tersebut diduga menjadi pemicu kemarahan sejumlah mahasiswa yang merupakan anggota Liga Chhatra Bangladesh, sayap mahasiswa partai Liga Awami yang berkuasa. Fahad kemudian dipukuli hingga tewas oleh 25 orang mahasiswa di asrama BUET. Hasil otopsi menunjukkan korban mengalami luka memar parah akibat kekerasan benda tumpul. Dari 25 pelaku, 20 orang dijatuhi hukuman mati pada tahun 2021, sementara lima lainnya divonis hukuman penjara seumur hidup. Meskipun demikian, empat dari 20 terpidana mati masih buron, termasuk Muntasir Al Jamie yang berhasil melarikan diri dari penjara pada Agustus 2024 di tengah demonstrasi besar-besaran.

Keputusan Pengadilan Tinggi yang memperkuat hukuman mati tersebut disambut baik oleh keluarga Fahad. Ayah korban, Barkat Ullah, menyatakan rasa puas dan berharap proses hukum dapat segera diselesaikan. Ia juga menyampaikan pesan moral agar peristiwa tragis ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk menghindari keterlibatan dalam kegiatan politik yang berujung pada kekerasan. Senada dengan itu, adik korban, Abrar Faiyaz, menyatakan harapan agar putusan ini dapat menjadi pencegah agar tragedi serupa tidak terulang kembali. Meskipun begitu, pihak terdakwa melalui kuasa hukumnya, Azizur Rahman Dulu, menyatakan akan mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Langkah ini secara otomatis akan menangguhkan eksekusi hukuman mati hingga putusan banding dikeluarkan.

Kasus pembunuhan Abrar Fahad bukan hanya menyoroti masalah kekerasan politik di Bangladesh, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya perlindungan kebebasan berpendapat dan penegakan hukum yang adil dan tegas. Keberhasilan pelarian beberapa terpidana mati juga menimbulkan pertanyaan terkait sistem keamanan di penjara dan pentingnya upaya lebih lanjut untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Proses hukum yang panjang dan kompleks ini menunjukkan betapa rumitnya menangani kasus-kasus yang melibatkan politik dan kekerasan, serta betapa pentingnya peranan pengadilan dalam menegakkan keadilan dan memberikan kepastian hukum bagi korban dan keluarga mereka. Peristiwa ini juga menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan ketat terhadap kegiatan politik kampus agar tidak terjadi lagi kekerasan serupa.

Daftar Poin Penting:

  • Pengadilan Tinggi Bangladesh memperkuat hukuman mati 20 terdakwa pembunuhan Abrar Fahad.
  • Abrar Fahad dibunuh pada Oktober 2019 setelah mengkritik kebijakan pemerintah di Facebook.
  • Pelaku sebagian besar adalah anggota Liga Chhatra Bangladesh.
  • Kematian Fahad memicu protes besar-besaran di Bangladesh.
  • Empat dari 20 terpidana mati masih buron.
  • Keluarga korban menyambut baik putusan tersebut.
  • Pihak terdakwa akan mengajukan banding.
  • Kasus ini menyoroti kekerasan politik dan pentingnya kebebasan berpendapat di Bangladesh.