Food Waste di Indonesia: Ancaman Ekonomi Triliunan Rupiah dan Urgensi Ekonomi Sirkular
Food Waste di Indonesia: Ancaman Ekonomi Triliunan Rupiah dan Urgensi Ekonomi Sirkular
Indonesia menghadapi tantangan serius berupa tingginya angka sampah makanan (food waste) yang berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional. Laporan Food Waste Index Report 2024 dari UNEP (United Nations Environment Programme) mengestimasi kerugian ekonomi akibat food waste mencapai angka fantastis, antara Rp 107 triliun hingga Rp 346 triliun per tahun. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah food waste terbesar di Asia Tenggara dan peringkat ke-8 dunia, dengan estimasi 14,73 juta ton sampah makanan rumah tangga per tahun. Situasi ini semakin mengkhawatirkan mengingat data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2024 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan total timbulan sampah nasional mencapai 38,4 juta ton per tahun, dengan 60% di antaranya berasal dari sampah rumah tangga dan sisa makanan yang tidak terkelola.
Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Kebijakan Administrasi Negara, Agus Sudrajat, menekankan urgensi langkah strategis pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini. Beliau menyoroti dominasi pendekatan ekonomi linear dalam kegiatan ekonomi—beli, pakai, buang—yang secara bertahap menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Sebagai solusinya, Agus mendorong penerapan ekonomi sirkular (circular economy) yang fokus pada pengurangan limbah dan penggunaan sumber daya secara efisien. Ekonomi sirkular, menurutnya, bertujuan untuk menyeimbangkan kegiatan ekonomi dengan pelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Konsep ini relevan dengan program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang justru berpotensi menambah timbulan sampah jika tidak diimbangi dengan pengelolaan limbah yang tepat. Bahaya latennya adalah, bukannya meningkatkan kualitas gizi, program ini malah berpotensi menimbulkan masalah lingkungan dan kerugian ekonomi baru.
Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular, KLH, Agus Rusli, menggarisbawahi sejumlah langkah strategis untuk mengurangi timbulan sampah dalam program MBG. Hal ini meliputi:
- Penggunaan wadah makanan (food tray) yang dapat digunakan kembali.
- Imbauan kepada penerima manfaat (siswa) untuk membawa alat makan dan minum sendiri.
- Penerapan sistem ekonomi sirkular untuk pengelolaan sampah organik dapur (SOD) dan sisa makanan (food waste).
Dengan menerapkan ekonomi sirkular, program MBG tidak hanya mengurangi sampah, tetapi juga berpotensi menciptakan lapangan kerja baru melalui pengolahan sampah daur ulang, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan ekonomi dan sosial masyarakat.
Kepala Kelompok Kajian Ekonomi Hijau dan Iklim, Fakultas Ekonomi UI, Alin Halimatussaidah, menambahkan peluang ekonomi sirkular dalam program MBG, antara lain:
- Pengolahan limbah makanan menjadi kompos dan pupuk organik.
- Pengolahan limbah makanan menjadi pakan ternak (maggot).
- Pengolahan sisa makanan menjadi biogas sebagai sumber energi alternatif.
Selain itu, Alin menekankan pentingnya kemitraan pemerintah dengan pelaku usaha lokal untuk meminimalisir food waste dan mempermudah distribusi makanan. Edukasi publik tentang gizi dan pengelolaan limbah juga krusial untuk meningkatkan kesadaran akan ekonomi sirkular dan berkelanjutan. Terakhir, ia menyarankan pemberian insentif fiskal atau non-fiskal bagi pelaku ekonomi sirkular sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi mereka dalam menjaga kelestarian lingkungan.