Penyegelan Bobocabin Gunung Mas: Konflik Izin dan Pelanggaran Lingkungan di Puncak Bogor

Penyegelan Bobocabin Gunung Mas: Konflik Izin dan Pelanggaran Lingkungan di Puncak Bogor

Penyegelan Bobocabin Gunung Mas di Puncak, Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 13 Maret 2025, oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan dan Menteri Lingkungan Hidup menimbulkan pertanyaan besar terkait tata kelola lingkungan dan perizinan usaha di kawasan wisata tersebut. Pihak Bobobox, pengelola Bobocabin, mengklaim telah mengantongi seluruh izin operasional sejak tahun 2022. Namun, pemerintah menegaskan penyegelan tersebut didasari oleh pelanggaran lingkungan yang tergolong berat. Pernyataan yang saling bertolak belakang ini memicu polemik dan menyorot lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah dalam pengawasan dan penegakan aturan di daerah wisata Puncak.

Co-Founder dan Presiden Bobobox, Antonius Bong, dalam keterangan resminya, menyatakan bahwa perusahaan telah memenuhi seluruh persyaratan perizinan yang diperlukan. Pihak Bobobox juga menekankan komitmennya terhadap pelestarian lingkungan melalui pembangunan yang memperhatikan rasio lahan, pembatasan jumlah unit kabin hingga 30 unit untuk memenuhi Koefisien Dasar Bangunan (KDB), serta upaya pelestarian kondisi alami lahan. Mereka bahkan mengklaim sebagian besar area tetap alami dan mendukung penyerapan air hujan secara optimal. Bobobox juga telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Pariwisata untuk mencari solusi dan memperjelas kesalahpahaman.

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, dan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, secara tegas menyatakan bahwa penyegelan dilakukan karena pelanggaran lingkungan yang signifikan. Zulhas, melalui akun TikTok resminya, menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan di Puncak, termasuk pencemaran sungai, berdampak luas hingga ke hilir, bahkan mempengaruhi kebutuhan pangan. Hanif menambahkan bahwa dari total 28.000 hektar lahan di kawasan tersebut, terdapat 145.000 titik yang menjadi tanggung jawab Daerah Aliran Sungai (DAS) hulu Sungai Ciliwung, sehingga pengawasan lingkungan menjadi sangat krusial. Pemerintah menilai pelanggaran yang dilakukan Bobocabin termasuk kategori berat, bahkan disebut sebagai satu-satunya kasus yang tidak menunjukkan perubahan fungsi lahan secara bertahap.

Meskipun telah disegel, Bobocabin Gunung Mas dilaporkan tetap beroperasi. Bobobox menyatakan dukungannya terhadap upaya pemerintah dalam menciptakan tata kelola wisata berkelanjutan. Upaya-upaya yang diklaim Bobobox telah dilakukan untuk menjaga lingkungan meliputi:

  • Konservasi lingkungan melalui pelestarian ekosistem di kawasan wisata.
  • Pengelolaan lingkungan yang baik dengan menerapkan konsep wisata ramah lingkungan, seperti agroforestri.
  • Peningkatan ketahanan pangan dengan mengoptimalkan sumber daya lokal secara berkelanjutan.

Selain itu, Bobobox juga menyoroti dampak positif operasionalnya terhadap ekonomi lokal, dengan lebih dari 80 persen karyawan berasal dari masyarakat setempat dan total pendapatan tambahan mencapai Rp 2,5 miliar melalui kolaborasi dengan 25 mitra makanan dan minuman serta penyedia aktivitas lokal. Perbedaan narasi antara klaim Bobobox dan pernyataan pemerintah menimbulkan pertanyaan mendalam tentang transparansi proses perizinan, pengawasan lingkungan, dan penegakan hukum di kawasan Puncak Bogor.

Ke depan, kasus ini perlu menjadi pelajaran penting bagi semua pihak terkait, baik investor, pemerintah, maupun masyarakat, untuk memastikan pembangunan pariwisata di Indonesia selaras dengan prinsip keberlanjutan lingkungan dan memperhatikan peraturan yang berlaku secara ketat. Proses penyelesaian sengketa ini perlu ditangani secara transparan dan akuntabel untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang dan memastikan terwujudnya pembangunan berkelanjutan di kawasan Puncak Bogor.