Menteri Zulhas, Pramono, dan Pratikno Bahas Solusi Sampah Jakarta di TPST Bantargebang
Menteri Zulhas, Pramono, dan Pratikno Bahas Solusi Sampah Jakarta di TPST Bantargebang
Dalam kunjungannya ke Tempat Pemrosesan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (19/3/2025), Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), bertemu dengan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, dan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. Pertemuan tersebut, yang disambut dengan candaan Zulhas tentang kemudahan kolaborasi pasca-kemenangan Pramono Anung di Pilkada Jakarta 2024, menandai reuni bagi ketiganya yang pernah berkolaborasi di Kabinet Presiden Joko Widodo. Zulhas saat itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan, Pratikno sebagai Menteri Sekretaris Negara, dan Pramono sebagai Sekretaris Kabinet.
Diskusi mereka berfokus pada pengelolaan sampah di Bantargebang. Zulhas mencatat kemajuan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) yang mampu mengolah 2.000 ton sampah per hari menjadi bahan bakar untuk industri semen dan bahan baku batu bata. Namun, Zulhas menekankan perlunya penyederhanaan regulasi terkait tipping fee, biaya yang dibayarkan pemerintah kepada pengelola sampah. Ia mengusulkan sistem yang lebih efisien dengan keterlibatan langsung investor dan kontrak langsung dengan PLN, sehingga menghilangkan kompleksitas birokrasi yang ada. "Dengan menghilangkan tipping fee dan mekanisme yang rumit," jelas Zulhas, "Pemerintah daerah cukup menyediakan lahan, investor bisa langsung bermitra dengan SDM, dan kontrak dengan PLN dapat langsung dijalin, sehingga prosesnya jauh lebih singkat."
Pratikno menyoroti pentingnya isu sampah, tidak hanya dari perspektif lingkungan, tetapi juga dampaknya pada kesehatan masyarakat dan pencegahan bencana seperti banjir. "Masalah sampah adalah isu krusial," tegas Pratikno. "Dampaknya terhadap kesehatan masyarakat sangat signifikan, dan juga menjadi salah satu faktor pemicu banjir." Sementara itu, Pramono Anung menambahkan bahwa Jakarta menghasilkan sekitar 8.000 ton sampah per hari. Dengan fasilitas RDF di Bantargebang dan Rorotan, ia berharap dapat mengurangi angka tersebut menjadi 5.000-6.000 ton per hari. Namun, ia menekankan bahwa RDF saja tidak cukup untuk mengatasi permasalahan sampah Jakarta secara menyeluruh.
Pramono Anung menyuarakan perlunya percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) berbasis insinerator. Ia menyinggung kesulitan dalam menyesuaikan tarif dan penyederhanaan regulasi terkait tipping fee yang selama sepuluh tahun belum mengalami perubahan. "Selama sepuluh tahun," ungkap Pramono, "kami berupaya menyusun Perpres tentang tipping fee, namun harganya tetap stagnan, antara 8 hingga 13,5 sen per kilogram. Hal ini menghambat pembangunan PLTSa dengan insinerator." Ia meyakini bahwa dengan adanya penyesuaian tarif dan penyederhanaan regulasi seperti yang diusulkan Zulhas, pembangunan PLTSa dapat menjadi solusi jangka panjang, tidak hanya untuk Jakarta, tetapi juga untuk kota-kota lain di Indonesia. "Kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah," pungkas Pramono, "akan menjadi kunci keberhasilan dalam mengatasi masalah sampah di seluruh Indonesia."