MAKI: UU Perampasan Aset Lebih Efektif Cegah Korupsi Dibanding Penjara Terpencil

MAKI: UU Perampasan Aset Lebih Efektif Cegah Korupsi Dibanding Penjara Terpencil

Gagasan Presiden Prabowo Subianto untuk membangun penjara khusus koruptor di pulau terpencil mendapat tanggapan beragam. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), melalui Koordinatornya Boyamin Saiman, menilai ide tersebut realistis dari segi ketersediaan lokasi di wilayah kepulauan Indonesia yang luas. Pemilihan pulau terluar, menurut Boyamin, juga dapat meminimalisir potensi konflik perbatasan terkait klaim wilayah dengan negara tetangga. Namun, efektivitasnya dalam memberantas korupsi dipertanyakan.

Boyamin menekankan bahwa penjara terpencil, meskipun realistis, tidak akan menjadi solusi efektif untuk mengurangi angka korupsi. Ia berpendapat bahwa hukuman penjara, termasuk dengan penempatan di lokasi terpencil, tidak cukup menimbulkan efek jera karena masih ada kemungkinan pembebasan bersyarat dan remisi. Lebih lanjut, Boyamin menganggap ancaman hukuman penjara yang relatif ringan tidak akan mampu menakutkan para koruptor potensial.

Sebagai alternatif yang lebih efektif, MAKI mendesak percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Boyamin berpendapat bahwa UU Perampasan Aset yang berfokus pada penyitaan aset hasil korupsi akan jauh lebih efektif dalam memberantas kejahatan ini. Konsep ini, menurutnya, didasarkan pada premis bahwa kekayaan merupakan motivasi utama para pelaku korupsi. Dengan merampas aset-aset tersebut, negara dapat memiskinkan para koruptor dan menciptakan efek jera yang lebih signifikan.

"Menjadi miskin adalah hal yang ditakuti koruptor," tegas Boyamin. Ia menambahkan bahwa UU Perampasan Aset akan menciptakan dampak psikologis yang lebih besar daripada sekadar hukuman penjara. Kehilangan kekayaan yang telah susah payah dikumpulkan akan menjadi pukulan telak yang mampu mencegah tindak korupsi di masa mendatang.

Kemajuan RUU Perampasan Aset di DPR masih terganjal. Menyikapi hal ini, Boyamin mendesak Presiden Prabowo untuk mempertimbangkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) jika proses legislasi di DPR mengalami jalan buntu. Ia mencontohkan penerbitan Perppu Cipta Kerja dan Perppu penanganan COVID-19 sebagai preseden yang dapat ditiru dalam kasus ini. Menurutnya, urgensi pemberantasan korupsi menuntut tindakan tegas dan cepat, dan Perppu dapat menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan legislatif.

Presiden Prabowo sendiri sebelumnya telah menyatakan kegeramannya terhadap korupsi yang merugikan negara dan masyarakat, terutama para guru, dokter, perawat, dan petani. Ia bahkan berencana membangun penjara khusus koruptor yang sangat kokoh dan terpencil untuk mencegah pelarian para koruptor. Namun, MAKI menilai langkah ini kurang efektif dibandingkan dengan pengesahan UU Perampasan Aset yang lebih komprehensif dan berfokus pada dampak ekonomi bagi para pelaku korupsi.

Kesimpulannya, perdebatan mengenai strategi terbaik dalam pemberantasan korupsi masih berlanjut. Meskipun gagasan penjara terpencil memiliki daya tarik, MAKI menekankan bahwa UU Perampasan Aset merupakan senjata yang lebih ampuh untuk mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia. Keberhasilan pemberantasan korupsi bergantung pada komitmen pemerintah dan parlemen dalam mengesahkan dan menerapkan UU yang efektif, di samping penegakan hukum yang konsisten.