Praktik Monopoli Distribusi Diduga Jadi Biang Kerok Melonjaknya Harga Minyakita
Praktik Monopoli Distribusi Diduga Jadi Biang Kerok Melonjaknya Harga Minyakita
Harga Minyakita yang melambung di pasaran akhir-akhir ini telah menjadi sorotan publik dan pemerintah. Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, mengungkapkan temuan investigasi Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang mengungkap praktik distributor nakal sebagai penyebab utama permasalahan ini. HET Minyakita yang ditetapkan sebesar Rp 15.700 per liter, nyatanya jauh meleset dari harga jual di pasaran yang mencapai rata-rata nasional Rp 17.200 per liter. Selisih harga ini, menurut Mendag, tak lepas dari praktik manipulasi distribusi yang dilakukan oleh oknum distributor.
Kemendag telah menetapkan alur distribusi Minyakita dengan skema harga yang terstruktur. Harga jual dari produsen ke Distributor 1 (D1) ditetapkan Rp 13.500 per liter, kemudian D1 ke D2 Rp 14.000 per liter, D2 ke pengecer Rp 14.500 per liter, dan akhirnya dari pengecer ke konsumen Rp 15.700 per liter. Namun, investigasi lapangan menemukan adanya penyimpangan signifikan pada rantai distribusi ini. Salah satu temuan utama adalah penerapan aturan pembelian minimum oleh beberapa distributor tingkat dua (D2) kepada pengecer. Para D2 ini mewajibkan pembelian dalam jumlah besar, misalnya 50 hingga 100 dus Minyakita, dalam sekali transaksi. Praktik ini secara efektif mengecualikan pengecer kecil yang memiliki modal terbatas, memaksa mereka untuk membeli dengan harga yang lebih tinggi dari pengecer besar. Akibatnya, terbentuklah rantai distribusi yang tidak efisien dan berlapis-lapis, bahkan sampai ke tingkat D4, sebelum akhirnya sampai ke konsumen.
"Kondisi ini menciptakan perpanjangan rantai distribusi, bahkan hingga D4," ujar Mendag Budi Santoso dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025). "Seharusnya sampai D2 langsung ke pengecer, namun muncul D3 dan D4, dan ini yang sedang kami awasi bersama satgas pangan dan Pemda." Praktik tersebut, menurut Mendag, merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan harga Minyakita di pasaran melambung tinggi dan jauh di atas HET. Pengecer kecil yang kesulitan mendapatkan pasokan Minyakita terpaksa membeli dari pengecer besar dengan harga yang lebih mahal untuk tetap dapat berjualan. Situasi ini jelas merugikan konsumen dan menimbulkan ketidakadilan di pasar.
Pemerintah menegaskan akan mengambil tindakan tegas terhadap para distributor nakal yang melakukan praktik monopoli ini. Mendag Budi Santoso menyatakan bahwa pihaknya tidak akan segan-segan mencabut izin usaha distributor yang terbukti melakukan pelanggaran. "Ada sanksi," tegas Mendag. "Kita ingatkan, peringatkan dulu. Kalau dia tetap melakukan itu, ya kita cabut izinnya." Langkah tegas ini diharapkan dapat mengembalikan stabilitas harga Minyakita dan memastikan ketersediaan minyak goreng murah bagi masyarakat luas. Pengawasan yang ketat terhadap alur distribusi dan penegakan hukum yang adil menjadi kunci keberhasilan upaya ini. Pemerintah juga sedang berupaya untuk memperkuat pengawasan dan kerjasama dengan pemerintah daerah (Pemda) untuk mencegah praktik serupa terulang kembali. Transparansi dan keterbukaan informasi juga sangat penting dalam memastikan keberhasilan pengawasan distribusi Minyakita ke depannya.
Kesimpulan: Melonjaknya harga Minyakita di pasaran bukan semata-mata karena masalah produksi, melainkan lebih disebabkan oleh praktik-praktik distributor nakal yang menciptakan monopoli distribusi dan memperpanjang rantai pasokan. Tindakan tegas pemerintah terhadap para pelaku tersebut diharapkan mampu mengatasi permasalahan ini dan memastikan keterjangkauan harga Minyakita bagi masyarakat.