Larangan Operasi Truk Selama Lebaran Ancam Pendapatan Rp 128 Miliar dan Ancam Hubungan Dagang Internasional
Larangan Operasi Truk Ancam Pendapatan Miliaran Rupiah dan Kerusakan Hubungan Dagang
Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki) memproyeksikan kerugian ekonomi signifikan akibat kebijakan pemerintah yang membatasi operasional angkutan barang selama periode mudik dan balik Lebaran 2025. Ketua Umum Asdeki, Mustofa Kamal Hamka, mengungkapkan potensi hilangnya pendapatan mencapai Rp 128 miliar selama periode larangan beroperasi, yakni 24 Maret hingga 8 April 2025. Angka ini didasarkan pada perhitungan penghasilan rata-rata sopir truk kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok sebesar Rp 200.000 per hari, dikalikan dengan jumlah hari pelarangan (16 hari) dan jumlah armada truk yang terdampak (sekitar 40.000 unit).
Dampaknya meluas tidak hanya pada sopir truk. Pak Kamal menekankan bahwa kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pengusaha angkutan barang. Keterlambatan pengiriman akibat larangan tersebut berpotensi merusak kepercayaan para eksportir dan importir, mengancam hubungan dagang Indonesia dengan negara-negara lain. Kehilangan kepercayaan ini, menurutnya, bisa berdampak jangka panjang dan merugikan perekonomian nasional. Ia menjelaskan bahwa keterlambatan pengiriman akan menimbulkan ketidakpuasan dari pihak pembeli dan penjual, dan dapat berujung pada sanksi atau pemutusan kerja sama bisnis. Hal ini bukan saja akan berdampak pada pendapatan pengusaha truk, namun juga dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi perekonomian secara keseluruhan.
Lokasi Pembatasan dan Dampaknya:
Pembatasan operasional angkutan barang ini berlaku di sejumlah ruas jalan tol dan non-tol di berbagai wilayah Indonesia, termasuk:
- Ruas Jalan Tol: Lampung dan Sumatera Selatan, DKI Jakarta-Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat, Jawa Barat-Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
- Ruas Jalan Non-Tol: Sumatera Utara, Jambi dan Sumatera Barat, Jambi-Sumatera Selatan–Lampung, DKI Jakarta-Banten, DKI Jakarta–Jawa Barat–Bekasi-Cikampek-Pamanukan–Cirebon, Cirebon–Brebes, Jawa Tengah, Jawa Tengah-Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, serta Kalimantan Tengah.
Asdeki mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan melibatkan semua pihak yang berpotensi terdampak. Mereka meminta agar pemerintah mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari kebijakan ini, khususnya dampaknya terhadap perekonomian nasional dan hubungan internasional Indonesia. Hal ini penting guna mencegah kerugian ekonomi yang lebih besar dan menjaga stabilitas perekonomian, serta menjaga hubungan dagang yang baik dengan negara-negara lain.
Pentingnya Dialog dan Solusi Integratif:
Ke depan, Asdeki menekankan pentingnya dialog dan kolaborasi antara pemerintah, DPR, dan seluruh pemangku kepentingan untuk mencari solusi yang lebih integratif dan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi. Solusi yang lebih komprehensif dan memperhatikan aspek-aspek teknis dan dampaknya diperlukan untuk menghindari kerugian ekonomi yang berpotensi besar dan memelihara kepercayaan dalam perdagangan internasional.
Perlu ditekankan bahwa koordinasi yang lebih baik dan perencanaan yang matang sangat krusial dalam menerapkan kebijakan pembatasan operasional angkutan barang, agar dampak negatif terhadap perekonomian dan hubungan internasional dapat diminimalisir.