Akademisi Yogyakarta Tolak Revisi UU TNI: Ancaman Supremasi Sipil dan Kembalinya Dwifungsi
Akademisi Yogyakarta Tolak Revisi UU TNI: Ancaman Supremasi Sipil dan Kembalinya Dwifungsi
Gelombang penolakan terhadap revisi Undang-Undang TNI semakin meluas. Ratusan mahasiswa dan dosen dari Universitas Gadah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar demonstrasi di Balairung UGM pada Selasa, 18 Maret 2025, untuk menyuarakan keprihatinan mereka terhadap draf revisi tersebut. Aksi ini diwarnai orasi-orasi kritis yang menyoroti potensi pengikisan supremasi sipil dan kembalinya doktrin dwifungsi TNI, sebuah masa kelam dalam sejarah Indonesia yang meninggalkan luka mendalam bagi banyak pihak.
Dr. Herlambang Wiratraman, dosen Hukum Tata Negara UGM, dalam orasinya mengecam proses revisi yang dianggap tergesa-gesa dan tidak transparan. Ia mempertanyakan urgensi revisi UU TNI di tengah banyaknya undang-undang lain yang lebih membutuhkan perhatian. “Revisi ini tampak bertujuan mengikis supremasi sipil, memasukkan gagasan yang memungkinkan percampuran jabatan militer ke dalam kekuasaan sipil,” tegasnya. Ia juga menyoroti praktik abusive law making yang semakin marak, dengan pembuatan undang-undang yang terkesan ugal-ugalan tanpa mempertimbangkan suara rakyat. Dr. Wiratraman mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap kritis dan waspada terhadap manuver politik yang dapat mengancam demokrasi.
Sentimen serupa diungkapkan oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, yang turut hadir dalam aksi tersebut. Prof. Wahid menekankan bahwa aksi ini merupakan bentuk solidaritas antar lembaga pendidikan tinggi di Yogyakarta untuk menyuarakan keresahan publik. “Kita tidak ingin sejarah kelam dwifungsi ABRI terulang kembali,” ujarnya. Ia mengingatkan bahaya potensi supremasi militer dan peningkatan represi sipil yang dapat muncul akibat revisi UU TNI. Prof. Wahid menyebut revisi ini sebagai langkah mundur bagi agenda reformasi dan menyerukan penolakan tegas demi masa depan bangsa.
Demonstrasi tersebut menghasilkan lima poin tuntutan yang disampaikan dalam pernyataan sikap:
- Pemerintah dan DPR dituntut membatalkan revisi UU TNI yang dinilai tidak transparan, terburu-buru, dan mengabaikan suara publik.
- Pemerintah dan DPR didesak menjunjung tinggi konstitusi, menjaga prinsip supremasi sipil dan kesetaraan di muka hukum, serta menolak dwifungsi TNI/Polri.
- TNI/Polri diminta melakukan reformasi internal dan meningkatkan profesionalisme untuk memulihkan kepercayaan publik.
- Seluruh insan akademik di Indonesia didesak menyatakan sikap tegas menolak segala upaya yang melemahkan demokrasi, melanggar konstitusi, dan kembali menegakkan agenda reformasi.
- Masyarakat sipil didorong untuk menjaga agenda reformasi melalui pengawasan dan kontrol terhadap kinerja pemerintah dan DPR.
Aksi demonstrasi ini menunjukkan keprihatinan yang meluas di kalangan akademisi terhadap revisi UU TNI. Mereka menyerukan kepada pemerintah dan DPR untuk lebih responsif terhadap aspirasi publik dan menghindari langkah-langkah yang berpotensi mengancam demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia. Peristiwa ini menjadi pengingat penting akan perlunya pengawasan ketat terhadap proses legislasi dan penegakan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.