TAUD: Pelaporan Aktivis Penentang RUU TNI di Hotel Fairmont Adalah Upaya Kriminalisasi

TAUD Kecam Pelaporan Aktivis Penentang RUU TNI sebagai Upaya Kriminalisasi

Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) mengecam keras pelaporan Andrie Yunus dan Javier Maramba Pandin ke Polda Metro Jaya terkait aksi protes mereka terhadap pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat. TAUD menilai pelaporan tersebut merupakan upaya kriminalisasi terhadap aktivis yang menyuarakan pendapatnya.

Andrie dan Javier dilaporkan dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 172, 212, 217, 335, 503, dan 207 KUHP. Arif Maulana, anggota TAUD, menyatakan bahwa pasal-pasal tersebut tidak relevan dengan kejadian yang sebenarnya dan merupakan bentuk kriminalisasi yang terencana. “Tindakan ini tidak sesuai fakta di lapangan. Pasal-pasal yang dikenakan terkesan dipaksakan dan bertujuan untuk membungkam suara kritis,” tegas Arif dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya pada Selasa (18/3/2025).

Lebih lanjut, TAUD mempertanyakan legal standing RYK, petugas keamanan Hotel Fairmont yang membuat laporan polisi (LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA). “Siapa yang diwakili RYK saat melaporkan Andrie dan Javier? Apakah Hotel Fairmont, pemerintah, atau DPR? Kejelasan legal standing ini sangat krusial,” ujar Arif. Ketidakjelasan ini menimbulkan keraguan atas motif di balik pelaporan tersebut.

Insiden yang melatarbelakangi pelaporan ini terjadi pada Sabtu (15/3/2025) ketika tiga aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil, termasuk Andrie dari KontraS dan Javier dari Imparsial, melakukan aksi protes terhadap pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont. Mereka mendobrak rapat Panja RUU TNI dan menuntut penghentian pembahasan karena dianggap tidak transparan dan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI. Aksi ini dipicu oleh kekhawatiran akan implikasi negatif revisi RUU TNI terhadap demokrasi dan hak asasi manusia.

Selama aksi protes, Andrie dilaporkan mengalami tindakan represif dari petugas hotel. Ia mencoba memasuki ruang rapat namun dihalangi dan didorong hingga terjatuh. Meskipun demikian, para aktivis tetap menyuarakan tuntutan mereka untuk menghentikan pembahasan RUU TNI yang dianggap bermasalah. Mereka berteriak lantang menolak pembahasan tertutup dan mengecam potensi kembalinya dwifungsi TNI yang bersejarah kelam di masa lalu.

TAUD menegaskan bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan hak konstitusional warga negara. Pelaporan terhadap Andrie dan Javier dinilai sebagai upaya untuk membatasi hak tersebut dan menciptakan iklim ketakutan bagi aktivis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah. TAUD mendesak pihak kepolisian untuk meninjau kembali laporan tersebut dan menghentikan upaya kriminalisasi terhadap aktivis yang memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pembuatan undang-undang.

TAUD juga menyerukan agar proses revisi RUU TNI dilakukan secara terbuka dan partisipatif, dengan melibatkan penuh masyarakat sipil. Hal ini penting untuk memastikan revisi tersebut tidak mengancam demokrasi dan hak asasi manusia, serta sejalan dengan prinsip negara hukum yang demokratis. Kejadian ini menyoroti pentingnya perlindungan terhadap aktivis dan penegakan hukum yang adil dan proporsional.