Aktivis Dilaporkan Polisi Usai Protes Revisi UU TNI: TAUD Kritik Pemerintah dan DPR

Aktivis Dilaporkan Polisi Usai Protes Revisi UU TNI: TAUD Kritik Pemerintah dan DPR

Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) melontarkan kritik tajam terhadap laporan polisi yang menyeret dua aktivis, Andrie Yunus dan Javier Maramba Pandin, ke Polda Metro Jaya. Kedua aktivis tersebut dilaporkan menyusul aksi protes mereka terhadap pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berlangsung tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat pada 15 Maret 2025. TAUD menilai laporan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap aktivis yang menyuarakan keprihatinan publik atas proses legislasi yang tidak transparan dan berpotensi melanggar konstitusi.

Anggota TAUD, Arif Maulana, menyatakan keheranannya atas langkah kepolisian. "Ironisnya, pihak yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban atas dugaan pelanggaran hukum dan konstitusi adalah DPR dan pemerintah," tegas Maulana saat ditemui di Polda Metro Jaya. Menurutnya, pembahasan RUU TNI yang dilakukan secara tertutup dan tanpa melibatkan partisipasi publik merupakan bentuk kejahatan legislasi. "Masyarakat yang hanya menyampaikan protes dan mengingatkan justru dijerat pidana? Ini sangat tidak adil," tambahnya. TAUD membantah keras adanya ancaman, kekerasan, atau intimidasi yang dilakukan Andrie dan Javier selama aksi protes tersebut. Mereka menekankan bahwa aksi tersebut semata-mata merupakan ekspresi politik yang sah dan tidak disertai perusakan properti atau fitnah.

Laporan polisi bernomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA diajukan oleh petugas keamanan Hotel Fairmont berinisial RYK. Laporan tersebut menyebutkan bahwa tiga aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil, termasuk Andrie dari KontraS dan Javier dari Imparsial, mencoba menerobos ruang rapat. Ketiga aktivis tersebut mendesak penghentian pembahasan revisi RUU TNI karena dianggap tidak transparan dan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI, sebuah praktik yang telah lama ditinggalkan. Insiden fisik yang melibatkan Andrie, di mana ia terdorong dan terjatuh saat berusaha memasuki ruang rapat, juga menjadi bagian dari laporan polisi tersebut. Namun, TAUD memandang insiden ini sebagai bagian dari upaya pencegahan aksi demonstrasi yang sah.

Andrie, dalam keterangannya, menceritakan bagaimana ia dan rekan-rekannya dihalangi oleh staf hotel saat berusaha menyampaikan aspirasi. "Woi, Anda mendorong! Teman-teman, bagaimana kami kemudian direpresif?" teriak Andrie saat itu, menggambarkan upaya mereka untuk menyuarakan penolakan terhadap pembahasan RUU TNI yang dianggap tertutup dan berpotensi merugikan demokrasi. Seruan mereka, "Kami menolak adanya pembahasan di dalam. Kami menolak adanya dwifungsi ABRI! Hentikan pembahasan dwifungsi RUU TNI, hentikan, hentikan bapak ibu!" menjadi bukti nyata tuntutan mereka akan transparansi dan akuntabilitas dalam proses legislasi.

Kasus ini menyoroti pentingnya keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses pembuatan undang-undang. Laporan polisi terhadap aktivis yang memprotes proses legislasi yang tertutup dan tidak demokratis menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen pemerintah dan DPR terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. TAUD mendesak agar kepolisian meninjau kembali laporan tersebut dan fokus menyelidiki dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah dalam proses pembahasan RUU TNI.