Alternatif Penataan Kawasan Kumuh Jakarta Selatan: Bedah Rumah sebagai Solusi Relokasi
Alternatif Penataan Kawasan Kumuh Jakarta Selatan: Bedah Rumah sebagai Solusi Relokasi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya mengatasi permasalahan kawasan kumuh di Jakarta Selatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga tahun 2023 masih tercatat 450 RW dalam kategori kumuh. Meskipun program seperti Community Action Plan (CAP) dan Collaborative Implementation Program (CIP) telah berhasil mengurangi 220 RW kumuh, tantangan masih tetap ada, terutama dalam hal relokasi warga penghuni kawasan tersebut. Banyak warga yang enggan meninggalkan tempat tinggalnya, sekalipun kondisi lingkungan tidak layak huni.
Menjawab tantangan ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menawarkan alternatif solusi berupa program bedah rumah. Kepala Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PRKP) Jakarta Selatan, Agus Ruhyat, menjelaskan bahwa opsi ini dipilih banyak warga yang sudah memiliki hak kepemilikan tanah dan rumah di kawasan kumuh. "Mereka memilih untuk membedah rumah mereka daripada direlokasi," ujar Agus dalam keterangannya pada Selasa, 18 Maret 2025. Hal ini didasarkan atas pertimbangan emosional dan keterikatan sosial yang kuat di lingkungan tempat tinggal mereka. Program bedah rumah ini menawarkan solusi yang memungkinkan warga untuk tetap tinggal di lingkungan yang sudah dikenal, namun dengan kualitas tempat tinggal yang lebih baik.
Namun, perlu dipahami bahwa program bedah rumah memiliki kendala dalam hal pendanaan. Karena bedah rumah termasuk kepemilikan aset privat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak dapat digunakan. Sumber pendanaan alternatif, seperti program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) atau bantuan dari Baznas/Bazis, menjadi pilihan utama. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama yang erat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menunjang keberhasilan program ini.
Selain program bedah rumah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menyediakan opsi lain untuk penataan kawasan kumuh. Keterbatasan unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa) mendorong pemerintah untuk mengeksplorasi solusi lain yang lebih tepat guna dan terjangkau. Salah satu alternatifnya adalah pembangunan rumah tinggal melalui pola konsolidasi tanah vertikal (KTV). Program KTV, yang saat ini tengah dijalankan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta, berfokus pada penataan kembali tanah-tanah yang terpisah kepemilikannya guna meningkatkan kualitas lingkungan. Program ini membutuhkan partisipasi aktif masyarakat dan didukung oleh pendanaan dari pihak swasta.
Implementasi berbagai program ini membutuhkan waktu dan proses yang panjang. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan komunikasi intensif kepada warga untuk menjelaskan manfaat dan mekanisme setiap program. "Kesediaan warga untuk berpartisipasi dan menerima penataan lingkungan merupakan kunci keberhasilan program ini," tegas Agus. Dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan permasalahan kawasan kumuh di Jakarta Selatan dapat teratasi secara efektif dan berkelanjutan, memberikan kehidupan yang lebih layak dan nyaman bagi warganya.
Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program penataan kawasan kumuh:
- Sosialisasi yang intensif: Penting untuk menjelaskan manfaat dan mekanisme setiap program secara detail kepada warga.
- Partisipasi aktif masyarakat: Keberhasilan program sangat bergantung pada kesediaan warga untuk berpartisipasi aktif.
- Kerjasama antar pihak: Kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat krusial untuk keberhasilan program.
- Diversifikasi sumber pendanaan: Diperlukan eksplorasi sumber pendanaan alternatif selain APBD, seperti CSR dan Baznas/Bazis.
- Pemantauan dan evaluasi: Penting untuk melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas program.