Konflik Manipur: Akar Permasalahan dan Tantangan Perdamaian di India Timur Laut

Konflik Manipur: Akar Permasalahan dan Tantangan Perdamaian di India Timur Laut

Konflik etnis yang telah berlangsung hampir dua tahun di Manipur, sebuah negara bagian di India Timur Laut, terus menimbulkan tantangan serius bagi stabilitas regional dan nasional. Kekerasan yang meletus pada Mei 2023 antara komunitas Meitei dan Kuki telah mengakibatkan lebih dari 250 korban jiwa dan puluhan ribu pengungsi. Perbedaan geografis, dengan komunitas Meitei mendominasi Lembah Imphal dan komunitas Kuki menghuni daerah perbukitan, semakin mempersulit upaya perdamaian. Permintaan komunitas Meitei untuk status suku resmi, yang memberikan akses ke kuota pekerjaan dan hak tanah, telah memicu kekhawatiran dari komunitas Kuki akan marginalisasi lebih lanjut, menjadi pemicu utama konflik ini.

Upaya pemerintah pusat India untuk meredakan ketegangan, termasuk pembagian negara bagian menjadi zona etnis terpisah dengan zona penyangga yang dijaga ketat oleh pasukan keamanan, terbukti belum efektif. Jalan raya utama kerap terhambat oleh protes, dengan dewan Kuki secara aktif menentang pergerakan bebas orang dan barang di wilayah mereka hingga tuntutan pemerintahan terpisah dipenuhi. Hal ini menunjukkan kompleksitas masalah yang melampaui upaya keamanan semata. Pada Februari 2024, pemerintah pusat menerapkan 'peraturan presiden', mengambil alih pemerintahan negara bagian dari kepala menteri sebelumnya, namun janji perdamaian masih jauh dari terwujud. Meskipun kekerasan skala besar telah mereda, para pengamat sepakat bahwa mediasi netral dan berkelanjutan yang melibatkan semua pihak yang bertikai, termasuk kelompok Naga, menjadi kunci perdamaian abadi.

Akar Konflik yang Kompleks:

Beberapa faktor saling terkait berkontribusi pada kelanjutan konflik. Laporan International Crisis Group menyoroti perlunya penanganan akar penyebab ketegangan etnis dan negosiasi yang melibatkan kedua komunitas. Para analis mencatat adanya kepentingan pihak-pihak tertentu yang diuntungkan dari berlanjutnya konflik, termasuk para pemimpin politik yang memanfaatkan sentimen sektarian untuk memperkuat basis dukungan. Perolehan keuntungan ekonomi, perebutan kekuasaan politik, dan kendali atas sumber daya menjadi faktor pendorong yang sulit diabaikan.

Dampak Konflik Myanmar dan Peredaran Senjata:

Ketidakstabilan di negara tetangga, Myanmar, telah memperburuk situasi di Manipur. Infiltrasi ilegal, penyelundupan narkoba, dan senjata api dari Myanmar telah meningkatkan intensitas konflik. Jumlah senjata api yang dijarah dari gudang senjata polisi sejak 2023, yang sebagian besar belum ditemukan, menunjukkan skala masalah ini. Kurangnya strategi kontrapemberontakan yang efektif dan pertimbangan politik yang cermat oleh pemerintah India dianggap turut bertanggung jawab atas berlanjutnya krisis.

Jalan Menuju Perdamaian:

Jalan menuju perdamaian di Manipur membutuhkan lebih dari sekadar intervensi keamanan. Hal ini menuntut komitmen nyata dari pemerintah India untuk membangun kepercayaan dan menangani ketidakadilan yang mendasari konflik. Langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan meliputi:

  • Mediasi yang inklusif dan netral: Melibatkan perwakilan dari semua komunitas yang bertikai dalam proses perdamaian yang adil dan transparan.
  • Pembagian sumber daya yang adil: Menjamin distribusi yang merata dari sumber daya dan kesempatan untuk semua komunitas.
  • Reformasi hukum dan penegakan hukum: Mengatasi impunitas dan memastikan keadilan bagi semua korban.
  • Peningkatan kerjasama lintas batas: Mengatasi masalah peredaran senjata dan narkoba dari Myanmar.
  • Pembangunan ekonomi yang inklusif: Memberikan peluang ekonomi yang setara untuk semua komunitas.

Tanpa pendekatan holistik yang mengatasi akar permasalahan dan kebutuhan semua pihak, konflik di Manipur berpotensi untuk berlarut-larut, mengancam stabilitas kawasan dan melemahkan integritas nasional India.