Pendakian Gunung Fuji Diperketat: Biaya Naik, Ujian Wawasan Diberlakukan
Pendakian Gunung Fuji Diperketat: Biaya Naik, Ujian Wawasan Diberlakukan
Biaya pendakian Gunung Fuji, gunung tertinggi di Jepang, kini meningkat signifikan, disertai dengan peraturan baru yang mengedepankan aspek keselamatan dan pelestarian lingkungan. Langkah ini diambil oleh kedua prefektur yang berbatasan langsung dengan gunung ikonik tersebut, Yamanashi dan Shizuoka, guna mengelola jumlah pendaki dan menjaga kelestarian alamnya. Sebelumnya, pendakian Gunung Fuji relatif bebas biaya, hanya berupa sumbangan sukarela sebesar 1.000 yen (sekitar Rp 110.000). Namun, kebijakan tersebut telah berubah drastis.
Prefektur Yamanashi kini memberlakukan biaya tol sebesar 2.000 yen (sekitar Rp 220.000) untuk setiap pendaki yang menggunakan jalur pendakiannya. Biaya ini masih ditambah dengan sumbangan sukarela senilai 1.000 yen. Sebagai upaya untuk mengatur jumlah pendaki, prefektur ini juga membatasi akses jalur pendakian antara pukul 16.00 hingga 03.00, kecuali bagi mereka yang telah memesan tempat menginap di pondok-pondok gunung. Sistem reservasi online juga diterapkan untuk mengendalikan jumlah pendaki yang memulai perjalanan setiap harinya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengalaman pendakian yang lebih aman dan terkelola, serta mencegah kepadatan yang dapat merusak lingkungan.
Sementara itu, Prefektur Shizuoka memberlakukan kebijakan yang lebih ketat lagi. Biaya pendakian di jalur Shizuoka dipatok sebesar 4.000 yen (sekitar Rp 440.000), dua kali lipat dari biaya yang diberlakukan di Yamanashi. Pembatasan akses jalur pendakian juga lebih ketat, yaitu antara pukul 14.00 hingga 03.00, kecuali bagi mereka yang telah memesan tempat menginap di pondok gunung. Inovasi yang cukup signifikan adalah diterapkannya ujian wawasan bagi para pendaki sebelum mereka diizinkan memulai pendakian. Ujian ini difokuskan pada pemahaman tentang keselamatan dan pelestarian lingkungan yang telah disampaikan melalui video edukasi pra-pendakian. NHK melaporkan bahwa pendaki diharuskan menyelesaikan sesi edukasi ini dan lulus ujian sebelum mendapatkan izin untuk mendaki.
Kedua prefektur sepakat bahwa kebijakan baru ini bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan Gunung Fuji dan memastikan keselamatan para pendaki. Peningkatan biaya pendakian diharapkan dapat digunakan untuk mendanai upaya pemeliharaan jalur pendakian, pengelolaan sampah, serta program edukasi bagi para pendaki. Penerapan ujian wawasan dan pembatasan akses juga diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari kegiatan pendakian terhadap lingkungan Gunung Fuji. Meskipun biaya pendakian meningkat secara signifikan, langkah-langkah yang diambil oleh kedua prefektur ini diharapkan dapat menciptakan keseimbangan antara aksesibilitas wisata dan pelestarian lingkungan.
Kesimpulan: Perubahan kebijakan pendakian Gunung Fuji menandai upaya serius dalam mengelola pariwisata berkelanjutan di situs warisan alam Jepang ini. Kebijakan ini menggabungkan aspek finansial, keamanan, dan konservasi lingkungan untuk masa depan yang lebih lestari. Implementasi kebijakan ini tentu akan menjadi perhatian bagi para calon pendaki dan membutuhkan antisipasi dari pihak penyelenggara pariwisata terkait.