Persidangan Kasus Suap Hakim PN Surabaya: Kesaksian Kakak Terdakwa Menuai Kontroversi

Persidangan Kasus Suap Hakim PN Surabaya: Kesaksian Kakak Terdakwa Menuai Kontroversi

Sidang lanjutan kasus dugaan suap yang menjerat tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (18/3/2025). Sidang kali ini diwarnai polemik atas kehadiran Arif Budi Harsono, kakak kandung terdakwa Heru Hanindyo, yang dihadirkan sebagai saksi meringankan. Kehadiran Arif yang memberikan keterangan tanpa sumpah tersebut menuai keberatan dari pihak jaksa penuntut umum.

Jaksa menyatakan keberatannya atas dasar Arif yang selalu hadir dalam setiap persidangan Heru. Keberadaan Arif yang konsisten hadir di setiap persidangan dianggap sebagai bentuk potensi intervensi dalam proses hukum yang sedang berjalan. Pernyataan jaksa ini diutarakan di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Teguh Santoso. "Izin Yang Mulia, untuk Pak Arif Budi ini memang ada di berkas memang, tapi karena yang bersangkutan setiap sidang hadir di sidang, mohon izin kami keberatan kalau beliau sebagai saksi," ujar jaksa penuntut umum. Hal ini menimbulkan perdebatan antara pihak penuntut umum dan kuasa hukum terdakwa Heru.

Kuasa hukum Heru berargumen bahwa keterangan yang akan disampaikan Arif tidak berkaitan langsung dengan pokok perkara suap yang didakwakan terhadap kliennya. Mereka menjelaskan bahwa Arif akan memberikan keterangan mengenai harta warisan Heru, yang dinilai krusial untuk membuktikan asal-usul harta kekayaan terdakwa. "Izin Yang Mulia, keterangan yang akan disampaikan Pak Arif Budi ini tidak ada kaitannya dengan masalah persidangan yang lalu. Beliau akan menerangkan soal harta warisan Heru," jelas kuasa hukum Heru. Namun, argumen ini dipertanyakan oleh majelis hakim mengingat konsistensi kehadiran Arif di setiap persidangan.

Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, majelis hakim memutuskan untuk mengakomodir permohonan baik dari pihak jaksa maupun kuasa hukum terdakwa. Sebagai solusi kompromi, Arif akhirnya diperbolehkan memberikan keterangan tanpa diambil sumpah. Keputusan ini diambil untuk mempertimbangkan hak terdakwa dalam menghadirkan saksi meringankan, sekaligus untuk merespon kekhawatiran jaksa akan potensi intervensi dalam proses peradilan. Kuasa hukum Heru menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim untuk menilai dan mempertimbangkan bobot keterangan yang disampaikan Arif.

Sebagai informasi tambahan, kasus ini bermula dari vonis bebas yang dijatuhkan oleh tiga hakim PN Surabaya terhadap Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim tersebut didakwa menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,6 miliar) terkait vonis bebas tersebut. Jaksa penuntut umum mendakwa mereka telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menerima hadiah atau janji dalam perkara tersebut. Lebih lanjut, proses pemberian suap tersebut diduga melibatkan Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, dan pengacara Lisa Rahmat yang menjalin komunikasi dengan mantan pejabat MA, Zarof Ricar. Usai vonis bebas yang kontroversial, jaksa mengajukan kasasi dan MA pun membatalkan vonis bebas tersebut, menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur.

Sidang ini menyoroti kompleksitas proses peradilan di Indonesia dan upaya terdakwa dalam memanfaatkan berbagai celah hukum untuk membela diri. Kehadiran saksi meringankan yang kontroversial seperti Arif Budi Harsono menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan integritas proses peradilan dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik.

  • Daftar poin penting keterangan Arif:
    • Keterangan seputar harta warisan Heru Hanindyo
    • Potensi pembuktian asal-usul kekayaan terdakwa